Miftah Maulana Habiburrahman Itu Pendakwah atau Politisi Sih ?

Grafis : Agitasi/Yesi

AGITASI.ID – Kehadiran pendakwah di masyarakat memang untuk memberi pesan moral yang tentunya dengan tutur santun. Petuah bijak yang keluar dari mulut pendakwah selalu ditunggu oleh masyarakat.

Tapi lain lagi dengan pendakwah yang sekaligus memiliki jabatan politis di pemerintahan Prabowo Subianto. Karena ulah tuturnya yang tidak etis, ia harus mengundurkan diri dari jabatannya.

Bacaan Lainnya

Pendakwah tersebut ialah Miftah Maulana Habiburrahman. Entah Miftah ini pendakwah atau politisi sih ?.

Masyarakat pasti tidak asing dengan nama tersebut. Sebab Miftah sempat viral di jagat maya dengan cara dakwahnya yang di club malam.

Kali ini Miftah kembali viral karena ulah tuturnya saat berdakwah mengejek penjual es teh. Secara terus terang dirinya mengatakan ‘goblok’ pada penjual tersebut.

Memang maksud melontarkan candaan kata ‘goblok’ untuk mencairkan suasana dakwah. Namun, ternyata malah sebaliknya, Miftah mendapat kritik dari netizen.

Apa tidak sadar, dia seorang publik figur, apalagi pendakwah yang tugasnya tidak asal nyocot. Tetapi juga cerdas dalam memilah dan memilih mana perkataan yang pantas untuk dikeluarkan dari mulut.

Menjadi pendakwah bukan persoalan Anda harus dibayar berapa. Bahkan parahnya jika sudah mempermainkan tarif per manggung.

Belum tentu yang nyocot dengan durasi panjang kali lebar itu punya kapasitas keilmuan yang matang. Justru sering kali dakwahnya dijadikan ajang komedi di hadapan masyarakat.

Lebih lanjut, viralnya Miftah gara-gara menghina seorang sinden yang kebetulan manggung bareng di Yogyakarta. Dalam hal ini malah fisik perempuan yang jadi bahan candaan.

Baca Juga :  Harga Beras Naik, Mantan Politisi Ini Malah Kritik Kenaikan Harga Skincare

Dengan tanpa malu, Miftah menertawakan candaan tersebut. Secara tidak langsung perbuatannya telah menghina pekerjaan perempuan.

Jika perbuatan semacam ini tetap dinormalisasi, kepercayaan masyarakat pada pendakwah akan hilang. Tak pandang itu dari keturunan kiai (baca:gus/lora) atau bukan. Selagi tidak bisa menjaga etika, maka percuma mengundangnya untuk nyocot berjam-jam di atas panggung.

Lantas pantaskah Miftah disebut pendakwah jika perilakunya begitu ? Padahal dirinya juga menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden (UKP) dalam bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

Meski kenyataan yang terjadi tidak sesuai yang diharapkan. Moral dan tutur katanya tidak sebanding dengan jabatan yang diamanahi.

Sehingga tidak butuh waktu lama, Miftah menyatakan diri bahwa dia bukan lagi bagian dari UKP. Untung efek dari perilakunya dia sadar. Kalau tidak, akan berapa banyak pendakwah yang melakukan perbuatan seperti dirinya.

Perilaku Miftah yang tidak pantas kepada seorang pedagang es teh, juga mendapat teguran dari Prabowo yang disampaikan lewat sekretaris kabinetnya.

Walaupun Miftah sangat bijak memberi petuah, tapi sangat rendah dalam mengolah tutur katanya agar tidak melukai hati orang lain, sampai banyak yang menyuarakan “lebih baik menjual es teh, daripada menjual agama”. Mending Miftah coba ganti jualan es teh nggk sih.

Perkataan tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai penjual es teh lebih mulia daripada pendakwah. Sangat di sayangkan sekali, perilaku tidak terpujinya berbuntut pengunduran diri dari jabatan Utusan Khusus Presiden.

Dengan demikian, adanya kejadian ini menjadi refleksi bagi kita semua, agar berhati-hati dan bijak dalam mengolah perkataan. Sehingga tidak merusak kredibilitas dan reputasi diri kita di hadapan publik.

Penulis : Asri Lailatus S.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *