“Gelanggang Bursa Calon Ketua IKA PMII Jember Riuh Dengan Politisi”, kira-kira begitu
berita soal IKA PMII Jember yang dimuat Nusa Daily. Sekilas jika membaca tidak ada yang aneh
dari judul beritanya. Namun jika ditela’ah lebih lanjut, beberapa pertanyaan akan muncul dibenak
para pembaca. Apalagi pembaca merupakan salah satu bagian dari komunitas alumni PMII di kota
tersebut. Mungkin, akan bertanya sejak kapan bursa calon IKA PMII, dianggap gelanggang yang
riuh? Jawaban sederhananya jelas, sejak beberapa politisi yang ikut bertanding.
Sebenarnya tidak ada yang salah dari keikutsertaan politisi pada bursa pencalonan IKA PMII
di Jember. Siapapun boleh mencalonkan diri. Tukang becak, tukang sapu hingga yang jadi
direktur, memiliki hal untuk mencalonkan diri. Apalagi memang pemilihan ketua itu, di organisasi
manapun, merupakan jenis kegiataan politik. Apapun yang berhubungan dengan pemindahan
kekuasaan yang namanya politik. Jadi tidak ada yang mengharamkan politisi ikut bursa
pencalonan. Jadi yang aneh dari riuhnya isu yang diangkat dalam berita Nusa Daily itu, sebenarnya
bukan karena figur politisi yang ikut serta. Ada faktor lain yang bikin riuh. Salah besar runut
pikirnya, kalau mengatakan sebabnya musababnya profesi politik.
Pada umumnya, riuh itu bisa disebabkan keramaian. Bukan ramai biasa, namun lebih
mengarah pada ramai yang seporadis, tak beraturan atau menyebabkan keruh. Sosiolingustiknya
nampak begitu. Jadi kenapa kontestasi bursa calon IKA PMII Jember riuh, yang karena lebih ramai
dan seporadis ketimbang tahun lalu. Bukan karena yang ikut bursa berprofesi sebagai politisi, namun karena konstestasinya telah dianggap seksi, sehingga diperebutkan. Nah, jika dimulain dari
kesimpulan ini, baru akan ketemu ujung pangkal sebab-musabab keriuhannya.
Tidak semua orang akan paham, persoalan kenapa IKA PMII Jember jadi seksi. Sampek-
sampek, politisi yang saat ini menjabat DPRD Propinsi, Hadinuddin, hingga DPR RI, Purnamasidi, saling beradu kuat di gelanggang kontestasi pemilihanya. Mesti terlihat tidak masuk akal. Masak
ada pejabat setingkat struktural wilayah, masih perlu rebutan struktural di daerah? Masak ada bupati yang masih mau berseteru ikut pencalonan ketua ta’mir masjid desa di daerahnya. Apa ada rektor
perguruan tinggi yang masih ingin jadi ketua pramuka di kampus yang dipimpin. Kalaupun ada, pasti aneh, dan tentu akan bikin riuh. Semua orang dan utamanya wartawan akan meliput kepengurusan masjid, jika ada bupati bersitegang rebutan jadi ketua takmir masjid.
Nampaknya rasionalitas demikian menjadi faktor utama, yang bikin kontestasi pencalonan IKA PMII riuh. Purnamasidi, tokoh Golkar yang sudah lama malang melintang di dunia politik.
Begitupun Hadinuddin, dua kali tepilih jadi DPR, hampir sama prestasinya. Dari jenjang
pengalaman, mereka pasti paham jabatan politik yang menggiurkan, bagi jalan perjuangan atau sebagai tampat cari makan. Pasti lebih paham dari pembaca atau penulis sendiri. Nah, jika
demikian, sebenarnya apa yang ada dalam benak mereka, sehingga memutuskan ikut berkontetasi?
Struktural IKA tingkat PC, pasti kalah basah dan menjanjikan dengan jabatan mereka hari ini.
Tidak ada gajinya, dan tentu untuk memperjuangkan masyarakat lebih besar kesempatan menjadi DPR dari pada jadi ketua IKA tingkat PC.
Okelah, mari paksa berpikir husnudzon bersama dulu. Mari anggap mereka berdua bertujuan menjadikan Lembaga alumni PMII Jember agar lebih berperan dalam mensejahterakan masyarakat. Bolehlah kalau begitu, namun tetap tidak rasional. Dengan jadi DPR, apa tidak cukup berkesampatan mensejaterakan masyarakat.
Atau, mereka sebenarnya punya niat baik untuk fokus memajukan masyarakat Jember?. Yang rasional, mungkin Purnamasidi, sebab ia kemarin terpilih di Dapil Jember. Yang gak masuk akal, Hadinuddin. Dia kan terpilih di dapil Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi. Apa sudah selesai mensejaterakan pemilih yang telah mengantarkannya menjadi dewan saat ini.
Lebih aneh lagi, ada yang memberikan informasi bahwa keduanya, saat ini tidak berdomisili di Jember. Tentu tambah aneh, apa mungkin mereka akan meninggalkan kota domisilinya demi PC IKA PMII. Ditambah tugas sebagai dewan, hebat sekali seandainya keduanya sungguhsungguh berniat baik demikian. Tentu, senada dengan jerih perjuangan Nabi yang ingin berjuang memajukan madinah, meningggalkan daerah domisilinya, mekkah. Bahkan mungkin bisa melebihi nabi ya, sebab Nabi kan bukan DPR.
Seluruh penjelasan di atas adalah kemungkinan niat baik politisi hebat yang bikin riuh kontestasi di IKA PMII Jember. Ya… namanya kan kemungkinan, bisa benar, bisa tidak. Jadi, seluruh niat baik yang disebutkan, masih tidak pasti. Bukan juga berarti, niat buruk yang tidak disebutkan, yang pasti. Yang pasti itu, kedua politisi yang bikin riuh itu punya niatan. Baik dan buruknya itu kan relatif. Semoga saja tidak buruk. Semoga saja, bukan orientasi jahat. Sebab, lebih enak punya pemimpin berniat mengabdi berkedok jahat, dari pada pemimpin jahat berkedok pengabdian, na’udzubillah. Pokoknya, bagi pembaca jangan pernah su’udzon
pada keduanya. Mereka orang baik. Jika anda curiga, pencalonan keduanya bermotif
memperlebar, mempermulus atau memindahkan garapan kekuasaan politik. Berwudu’lah!
Atau, beranggapan salah satu dari keduanya memiliki agenda peralihan jabatan struktural
politik, segeralah baca istighfar!. Walaupun anda sudah melihat tanda yang nyata sekalipun, tolong ditahan. Bersikaplah seperti orang bodoh, demi kesenangan mereka! Yang pentingkan satu, rumus kesalahan dan kebaikan itu masih tidak terbalik di otakmu. Amin..!
Penulis : Hamim