Mahasiswa UIN KHAS Menggugat Rektor, Bawa 7 Tuntutan Salah Satunya Terkait KIPK

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, sedang menggugat rektor di depan Gedung Rektorat, pada Rabu, (24/09/2025).

Jember, Agitasi.id – Mahasiswa Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember menggugat rektor, dengan membawa 7 tuntutan pada Rabu (24/09/2025) siang hari.

Aksi gugatan ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan pelayanan akademik, terutama dalam program mahad bagi mahasiswa penerima KIPK dan pencabutan surat edaran WFA (Work From Anywhere) dan WFH (Work From Home).

Bacaan Lainnya

Sebanyak 7 tuntutan yang dibawa mahasiswa di antaranya: pertama, mendesak pimpinan merealisasikan hasil audiensi tahun 2024. Kedua, melakukan pembenahan fasilitas. Ketiga, mengevaluasi seluruh pelayanan akademik. Keempat, mencabut Surat Keputusan (SK) tentang program ma’had bagi penerima KIPK.

Kelima, mencabut Surat Edaran Nomor 1216/Un.22/WR.1/PP.00.9/3/2025. Keenam, mendesak melakukan transparansi seluruh anggaran. Ketujuh, melaporkan setiap progres report maksimal 1 bulan 1 kali.

“Tujuh tuntutan tersebut menjadi landasan adanya aksi kemarin. Tapi yang menjadi permasalahan utama, adalah tentang program mahad bagi mahasiswa KIPK dan juga antrian wisuda yang kacau hingga waktu tunggu yang cukup lama,” tutur Koordinator lapangan aksi, Muhammad Efendi Yusuf pada Kamis (25/09/2025) kepada Agitasi.

Berdasarkan pencarian data massa aksi, bahwa sebagaimana Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2464 Tahun 2025 Tentang Petunjuk Teknis Program Kartu Indonesia Pintar Kuliah On Going Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Tahun Anggaran 2025, tidak ada ketentuan wajib untuk mengikuti program ma’had di kampus.

“Dalam kasus ini penerima KIPK di UIN KHAS tidak ada persetujuan dari para penerima KIPK,” kata Fendi.

Baca Juga :  INTELEKTUAL PALSU

Lebih lanjut terkait tuntutan keterlambatan wisuda di UIN KHAS. Proses pendaftaran hingga pengambilan pin wisuda yang memakan waktu tiga sampai empat bulan, menyebabkan para mahasiswa tertunda wisudanya.

Permasalahan itu terjadi karena proses pendaftaran yang masih dilakukan secara offline, sehingga mengakibatkan antrian panjang dan perebutan kuota wisuda.

Fendi menilai keterlambatan itu sangat merugikan calon wisudawan, sehingga menghambat proses mencari kerja. Sebab, ijazah terakhir menjadi salah satu yang dibutuhkan dalam persyaratan kerja.

“Massa aksi menekankan adanya penambahan kouta wisuda dan gelombang wisuda, sehingga para wisudawan segera mendapatkan pekerjaan,” katanya.

Sementara itu, pihak pimpinan rektorat sepakat dengan tuntutan terkait pengadaan fasilitas dan akan merencanakan penganggaran.

“Sejujurnya kita sepakat dengan tuntutan aksi perihal fasilitas dan saya siap. Kami juga telah menganggarkan tentang perbaikan fasilitas pengadaan, seperti smart TV. Namun, untuk program mahad memang belum masuk dalam rencana anggaran,” kata Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan, Ainur Rafik.

Reporter dan Penulis: M. Ilyas A.

Editor: Fadli Raghiel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *