UIN KHAS Jember Akreditasi Unggul, Jangan Bangga!

Gambar UIN KHAS Jember Akreditasi Unggul, Jangan Bangga!
Ilustrasi UIN KHAS Jember Akreditasi Unggul, Jangan Bangga!

Penulis : Moh Wasik*

Agitasi.id- Akhirnya tuntas, UIN Khas Jember meraih predikat unggul dalam akreditasi, raya syukur, sorak-sorai dan kebanggan merebak di kalangan civitas akademika, tak luput dikalangan mahasiswa pun menjadi obrolan hangat. Pasalnya gelar prestisius ini dinilai sebagai capaian monumental yang menandai kualitas pendidikan dan dedikasi Institusi.

Bacaan Lainnya

Mahasiswa merasa bangga ketika mengetahui bahwa kampusnya meraih predikat tertinggi, unggul. Mereka merasa seolah berkata “Akhirnya, Kami bagian dari Perguruan Tinggi berkualitas Unggul”, tentu hal ini meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan terhadap almamater tercintanya.

Namun sebentar dulu, jangan keburu menyimpulkan. Di balik kebahagiaan tersebut, terdapat tantangan tidak main-main yang harus dihadapi oleh mereka sebagai mahasiswa. Predikat unggul, yang tampaknya menjadi kado indah, juga bisa membawa kenyataan pahit, memerlukan adaptasi dan komitmen extra.

Ibarat sebuah desa yang secara tiba-tiba mendapat anugerah trofi sebagai “Desa Terbersih se Nasional.” Seluruh penduduknya bahagia dan merayakan dengan meriah, jalan dihiasi dengan ornamen lampu berkilauan, bahkan merancang parade yang megah.

Selang beberapa lama, tumpukan sampah mulai terlihat di sudut-sudut yang terlupakan. Kebiasaan lama pun kembali. Trofi unggul itu pun, hanya akan jadi pajangan. Kenyataan sebenarnya, bukan ada di trofi tersebut.

Demikian gambaran predikat unggul yang baru saja diraih oleh kampus yang berdiri lebih setengah abad ini. Di satu sisi, adalah hadiah indah yang menggembirakan bahwa kampus UIN KHAS Jember telah mencapai puncak kualitas. Namun, di sisi lain, mahasiswa harus bertanya pada dirinya sendiri :

Apakah ia sebagai mahasiswa dan bagian dari kampus ini, benar-benar berhak berbahagia? Atau, sebaliknya. Akreditasi unggul justru menyimpan tantangan yang lebih besar di balik kemilau gemerlapnya?

Kebahagiaan mahasiswa terhadap predikat unggul sangatlah sah dan wajar. Sebagai pengakuan atas dedikasi, kerja keras dan komitmen yang tak tergoyahkan. Tetapi, mahasiswa harus mencermati lebih dalam, apakah mahasiswa hanya puas dengan status ini, ataukah mereka membiarkan predikat ini menjadi penghalang dari perkembangan lebih lanjut ?

Jika kampus mendapatkan predikat unggul, namun semangat bernalar, berpikir kritis, penguatan literasi dan gerakan sosial di dalamnya tetap stagnan dan lemah, lalu apa sebenarnya makna dari predikat tersebut, hanya gaga-gagahan?

Bukankah sesuatu yang utopia predikat unggul tercapai secara hakiki, jika faktanya mahasiswa malas-malasan, nongkrong tanpa makna dan ruang-ruang diskusi mati. Mahasiswa tidak bisa bertepuk tangan atas capaian kampusnya, sementara masih terjadi kekeringan epistemologi.

Akreditasi unggul bukan sekedar status di media sosial, harus menjadi refleksi dari dinamika intelektual dan sosial yang hidup dan berkembang. Jika predikat ini cuman hiasan tanpa dibarengi perubahan substansial dalam perilaku dan budaya akademik, maka tak ubahnya seperti seorang pelukis yang menggantungkan lukisan indah tanpa mengubah cara melukisnya.

Apa gunanya capaian unggul, namun disaat yang sama insan akademiknya enggan berpikir kritis, malas berdiskusi, dan tidak terlibat dalam gerakan perubahan?

Predikat unggul harus dimaknai sebagai kesempatan untuk menyegarkan kembali semangat mahasiswa. Membongkar dan meninggalkan kebiasaan lama yang malas dan tidak produktif. Jangan biarkan predikat ini hanya menjadi penghargaan yang mudah dilupakan. Mengisi dengan diskusi yang bermakna, memperkuat nalar kritis dan melibatkan diri dalam gerakan dan kepedulian atas realitas sekitarnya.

Mahasiswa harus melihat predikat unggul ini sebagai tantangan, bukan sekadar piala yang yang di pajang, dibuat status dan obrolan di warung kopi. Sambut dengan komitmen baru membongkar batasan-batasan lama, menghidupkan diskusi yang kritis, dan wujud nyata lainnya. Jangan sampai kebanggaan ini mengaburkan kenyataan bahwa tantangan yang sebenarnya adalah bagaimana mahasiswa mengisi predikat unggul ini dengan substansi yang benar-benar berkualitas.

Pertanyaannya, siapkah mahasiswa menghadapi tantangan ini atau memilih tenggelam hanyut dalam kenyataan pahit yang seharusnya ia ubah? (*)

*Moh Wasik (Presiden Mahasiswa/ Ketua Umum BEM U UIN Jember, masa juang 2017-2018)

Baca Juga :  Telah 20 Tahun RUU PPRT Mangkrak, Pekerja Perempuan dan Anak Masih Rentan Didiskriminasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *