PERINGATAN DARURAT : Tingkah Rusuh DPR RI Kecewakan Publik

Ilustrasi : Agitasi/Devi Latifa

AGITASI.ID – “Peringatan Darurat” disebarkan karena proses revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, telah merugikan integritas dan proses demokrasi negeri ini. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menganulir beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat dibenarkan.

Mereka bukan hanya menciptakan kebingungan di kalangan masyarakat, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif serta sistem hukum yang ada.

Bacaan Lainnya

Alasan-alasan mendasar DPR RI kehilangan kepercayaan publik, tentu tak terlepas dari norak tindakannya. Mereka tampak tidak tampil lagi sebagai perwakilan rakyat, namun lebih bertindak sebagai jongos kekuasaan.

Tingkah Rusuh DPR RI

Ada beberapa alasan DPR RI perlu digugat oleh publik karena tingkahnya yang rusuh. Pertama, pengabaian terhadap putusan MK.

Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan hasil dari proses hukum yang melibatkan kajian mendalam dan pertimbangan berbagai aspek, termasuk aspirasi masyarakat. Dalam hal ini saya sebagai rakyat begitu risih saat DPR menganulir dua putusan krusial MK.

Putusan tersebut mengatur ambang batas pencalonan dan batas usia minimum calon kepala daerah, hal ini menunjukkan sikap DPR yang meremehkan otoritas lembaga peradilan. Tindakan ini menciptakan preseden buruk. Di mana lembaga legislatif seolah-olah lebih berkuasa daripada lembaga peradilan, yang seharusnya menjadi penjaga keadilan dan konstitusi.

Dalam konteks ini, DPR seharusnya menghormati keputusan MK sebagai entitas yang memiliki kewenangan untuk menafsirkan undang-undang dan melindungi hak-hak konstitusional warga negara.

Kedua, mengabaikan aspirasi rakyat. Aspek paling kritis dari keputusan MK adalah pengaturan ambang batas pencalonan dan batas usia minimum calon kepala daerah, yang dirancang untuk memperluas partisipasi politik. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas bagi calon dari berbagai latar belakang, termasuk partai politik kecil yang sering kali terpinggirkan.

Baca Juga :  AJAKAN NGOPI DAN RUPA-RUPA MOTIFNYA

Namun, dengan tetap mempertahankan ambang batas yang ketat, DPR justru menutup kesempatan bagi individu dan kelompok yang memiliki potensi untuk membawa perubahan.

Sikap ini mencerminkan ketidakpekaan DPR, terhadap dinamika masyarakat yang menginginkan inklusifitas dalam politik dan partisipasi yang lebih luas.

Dalam era di mana masyarakat semakin kritis dan terlibat dalam proses politik, langkah DPR ini justru memperlihatkan bahwa mereka tidak siap mendengarkan suara rakyat. Hal ini yang akan mendekatkan Indonesia dalam sistem negara yang oligarki bukan lagi demokrasi.

Ketiga, proses legislasi yang tergesa-gesa. Proses revisi UU Pilkada yang dilakukan dalam waktu singkat, hanya tujuh jam, menunjukkan kurangnya ketelitian dan kehati-hatian dari pihak DPR.

Keputusan yang diambil dalam kondisi tergesa-gesa ini menciptakan kesan bahwa kebijakan tersebut lebih didorong oleh kepentingan politik sesaat daripada kepentingan rakyat yang lebih luas.

Kecepatan dalam pengambilan keputusan, tanpa melibatkan diskusi yang mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan, dapat berujung pada kebijakan yang tidak efektif dan tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Mestinya, DPR RI perlu memahami bahwa pembuatan kebijakan yang baik memerlukan waktu, penelitian, dan masukan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi.

Hancurnya Kepercayaan Publik

Tindakan DPR yang menganulir putusan MK dapat mengarah pada degradasi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif. Rakyat akan merasa bahwa suara mereka tidak dihargai dan bahwa keputusan politik, lebih didasarkan pada kepentingan kelompok tertentu daripada aspirasi rakyat.

Dalam jangka panjang, ini dapat melemahkan legitimasi DPR dan memperburuk krisis kepercayaan terhadap sistem politik. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap wakil-wakil mereka, partisipasi politik akan menurun, dan hal ini akan berdampak negatif pada kualitas demokrasi di Indonesia.

Baca Juga :  Hari Milad Mahbub Djunaidi: Meneladani Spirit Juang Pendekar Pena yang Melek Politik

DPR perlu melakukan introspeksi dan memperkuat komitmennya terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Menghormati putusan MK, adalah langkah awal yang penting untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan aspirasi rakyat.

Selain itu, DPR harus lebih terbuka terhadap masukan masyarakat dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses legislasi. Hanya dengan cara ini, kita dapat membangun sistem politik yang lebih adil, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Keberlanjutan demokrasi di Indonesia, sangat bergantung pada kemampuan semua pihak untuk bekerja sama dan mendengarkan suara rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *