AGITASI.ID – Memang akan ‘aman’ bagi perempuan dengan segudang suaranya yang hanya tercekat di tenggorokan. Tetapi berbeda dengan kisah perempuan yang berani bersuara dan berakhir hidupnya, dikelilingi ancaman hingga mengalami pembunuhan, bahkan sampai sekarang tidak diketahui siapa dalang pembunuhannya.
Marsinah, nama pejuang dalam sejarah Indonesia yang tidak hanya dikenang sebagai aktivis buruh, tetapi juga sebagai simbol perlawanan perempuan terhadap ketidakadilan struktural.
Sebagai buruh pabrik PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo, yang hidup di era Orde Baru. Keberanian Marsinah memperjuangkan hak-hak buruh, terutama perempuan, mencerminkan semangat emansipasi yang melampaui batas gender, kelas sosial, dan tekanan politik.
Marsinah ikut terlibat dalam memperjuangkan hak-hak buruh, termasuk kenaikan upah minimum, yang berdampak langsung pada kesejahteraan buruh perempuan. Pada 1993, Ia dan seperjuangan-buruhnya melakukan protes terkait upah minimum yang dianggap tidak memadai.
Mereka menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari, sesuai dengan kebijakan pemerintah saat itu. Namun, kegigihan perjuangannya berakhir tragis ketika ia ditemukan tewas pada 8 Mei 1993, setelah mengalami penyiksaan brutal.
Perjuangan dan Kekerasan yang Melingkupi Perempuan Aktivis
Marsinah lahir di Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969. Ia merupakan sosok nyata bagaimana perempuan berada di garis depan perjuangan untuk hak-hak buruh. Memimpin rekan-rekan buruhnya dalam menuntut kenaikan upah minimum, tuntutan yang sederhana tetapi sangat penting untuk kesejahteraan mereka.
Sebagai perempuan muda di lingkungan kerja yang didominasi hierarki-patriarki, keberanian Marsinah menantang eksploitasi buruh sekaligus melawan norma-norma yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinat.
Perjuangan Marsinah justru memperlihatkan kerentanan perempuan aktivis terhadap kekerasan berlapis. Sebagai aktivis, ia menjadi ancaman bagi status quo. Sedang sebagai perempuan, ia menjadi sasaran kekerasan seksual.
Autopsi tubuh Marsinah menunjukkan bahwa ia mengalami penyiksaan berat dan pemerkosaan sebelum akhirnya dibunuh. Ini tidak hanya menunjukkan kebrutalan kekuasaan terhadap para pembangkang, tetapi juga bagaimana perempuan yang melawan sering kali dibungkam dengan cara yang paling keji.
Kematian Marsinah bukan sekadar tragedi personal, melainkan representasi dari ketidakadilan struktural yang dialami perempuan dan buruh di Indonesia. Perempuan yang berani bersuara, seperti Marsinah, kerap menghadapi ancaman yang tidak hanya fisik tetapi juga simbolis untuk membungkam perjuangan dan menghancurkan semangat gerakan buruh.
Inspirasi dari Perjuangan yang Belum Usai
Hingga kini, kasus pembunuhan Marsinah belum terungkap dengan jelas. Ketidakadilan ini menegaskan lemahnya perlindungan hukum bagi kelompok tertindas, khususnya perempuan buruh.
Namun, meski Marsinah telah tiada, perjuangannya tetap hidup sebagai inspirasi bagi generasi berikutnya. Ia menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya mampu bersuara melawan ketidakadilan, tetapi juga memimpin perubahan yang lebih luas.
Marsinah juga mengajarkan pentingnya solidaritas. Ia memahami bahwa perjuangan buruh perempuan adalah bagian dari perjuangan kelas yang lebih besar.
Gerakan pembebasan perempuan harus bersatu dengan kelompok tertindas lainnya, seperti buruh, petani, dan masyarakat miskin kota. Solidaritas lintas kelompok, inilah yang menjadi kunci untuk melawan sistem yang tidak adil.
Lebih dari dua dekade sejak kepergiannya, nama Marsinah tetap menjadi simbol harapan dan keberanian. Ia adalah pengingat bahwa perempuan memiliki kekuatan untuk melawan sistem patriarki, kapitalisme, dan represi politik yang terus membelenggu.
Perjuangan Marsinah tidak hanya tentang dirinya, tetapi untuk semua orang yang ditindas oleh sistem yang tidak adil.
Marsinah, Suara yang Tak Pernah Padam
Marsinah dengan kiprahnya merupakan pelajaran, bahwa keberanian untuk melawan ketidakadilan sering kali mengorbankan risiko yang besar. Namun, ia juga menunjukkan perubahan hanya mungkin terjadi, jika ada keberanian untuk menantang status quo.
Marsinah membuktikan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin dalam perjuangan sosial, melampaui batas-batas yang selama ini ditetapkan oleh masyarakat patriarki. Artinya, perjuangan membutuhkan pengorbanan yang tercermin dalam kisah Marsinah.
Nama Marsinah terus menggema sebagai simbol perlawanan dan inspirasi. Meski suaranya telah dibungkam, semangatnya tetap hidup dan mengingatkan kita bahwa keadilan adalah hak yang harus diperjuangkan bersama.
Perempuan seperti Marsinah adalah bukti dengan keberanian bersuara untuk melawan dapat menginspirasi perubahan, bahkan nyawa menjadi taruhannya. Perjuangannya adalah warisan abadi, sebuah pengingat bahwa suara perempuan tidak boleh lagi tercekat hanya di tenggorokan.