AGITASI.ID – Direktur eksekutif Forum Strategis Pembangunan Sosial (FORES); Fathullah Syahrul (Ula), dalam plot Radar Serba-Serbi (Radar Makassar) menyambut Pemilu tahun 2024 dengan beberapa gagasan menarik.
Ula memandang bahwa pemilu ayaknya kereta api, sekali waktunya ia berangkat, maka ia tetap berangkat. Artinya, pemilu tidak pernah menunggu siapapun. Hal yang penting ditanamkan di benak masyarakat adalah bahwa pemilu adalah milik kita, bukan milik para bandit politik, apalagi milik para oligarki politik.
Pemilu adalah momen di mana hak suara diberikan kepada para calon pemimpin negeri ini. Catatan serta harapan penting menyambut pemilu 2024 mendatang, dapat diwakili oleh dua kata; evaluatif-produktif.
Ula juga memaparkan bahwa hari ini bara kontestasi politik sudah semakin terasa. 17 Parpol di Indonesia sedang memacu kuda-kuda politiknya. Seperti biasa, tak ada parpol yang gagah berangkat sendirian dalam upaya pemenangan (perebutan kekuasaan), strategi yang digunakan tetaplah koalisi.
Sementara ini, koalisi yang terjalin antara parpol satu dengan parpol lainnya adalah sebanyak 3 (tiga) koalisi; 1) Koalisi Perubahan (KP) yang diisi oleh Nasdem, PKS, dan Demokrat, 2) Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) diwakili oleh PAN, Golkar, dan PPP, dan 3) Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang terdiri dari Partai Gerindra dan PKB.
Koalisi di atas sangatlah dinamis, karena potensi adanya perubahan-perubahan dalam dunia politik adalah hal biasa. Namun, beberapa koalisi di atas setidaknya dapat menjadi acuan informasi publik dan dapat diterjemahkan sebagai proses perjumpaan politik, sesuai dengan kesamaan kepentingan poltiknya. Baik dari segi kecocokan figur yang akan diusung, nilai perjuangan dan ideologi partai, serta yang jelas kesamaan hasrat untuk merebut kekuasaan. Jika suatu saat di tengah perjalanan komitmen koalisi tersebut perlahan memudar, maka dapat dipastikan koalisi itu akan dibongkar dan setiap parpol di dalamnya akan mencari koalisi lainnya yang memiliki persamaan kepentingan, begitulah wajah politik elektoral.
Koalisi parpol jelang Pemilu 2024 ini, adalah bagian dari cara parpol untuk menggaet suara, mulai Pilpres, Pileg, hingga pada pelaksanaan Pilkada. Dalam hal ini, Ula berpandangan bahwa ada disfungsi parpol yang lambat laun semakin nampak. Salah satunya adalah fungsi kaderisasi di internal setiap parpol. Idealnya setiap parpol mampu melahirkan pemimpin atau kader terbaik dari dalam parpol itu sendiri. Lalu, setiap parpol wajib benar-benar tampil sebagai representator kepentingan masyarakat di berbagai leading sektor.
Bagi Ula, yang sering terjadi pada fakta politik pasca pemilu adalah egoisitas dari setiap parpol pemenang lah yang justru nampak di permukaan. Seperti beberapa pejabat yang tidak sejalan dengan parpol tersebut sering dimutasi dan digantikan oleh orang-orang yang masih setia di lingkarannya. Fenomena tersebut berdampak pada kepercayaan publik terhadap parpol itu sendiri. Dapat diamati berdasarkan Indikator Politik Indonesia (IPI), tertanggal 3 April 2022, kepercayaan publik terhadap parpol berada pada angka 54,2 %, DPR (61,2 %), DPD (64,7 %), MPR (67 %). Angka tersebut berada di bawah Kejaksaan, KPK, Pengadilan, MK, MA, Polri, hingga Presiden yang berada di angka 70 % – 90 %.
Sehingga momentum politik 2024 ini adalah lahan untuk merajut kembali kepercayaan publik terhadap fungsionalitas adanya proses politik. Proses pelaksanaan Pemilu ini hanya dapat menjamah tahapan prosedural pemilihan calon pemimpin lalu selesai. Hal utama yang wajib benar diperhatikan adalah proses penyelenggaraan negara dan institusi publik lainnya pasca pemilu. Karena, pemimpin yang terpilih adalah salah satu penentu berjalannya roda kenegaraan 5 tahun kedepan. Maka sekali lagi yakinlah bahwa pemilu adalah milik kita. (*)