Eksploitasi Industri pada Kecantikan Perempuan

Grafis: Agitasi/Aris

AGITASI.ID – Kondisi perempuan di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Sering kali perempuan berhadapan dengan sistem patriarki yang membatasi hak, terutama dalam dunia industri yang terus mengeksploitasi. Perempuan menunjukkan kegigihan dan keberanian dalam memperjuangkan hak, tetapi malah mendapat perlakuan tidak adil, bahkan sampai terjadi diskriminasi.

Memang perempuan terus melakukan gerakan perlawanan terhadap budaya patriarki yang masih menyengat di Indonesia. Namun, seiring berjalanya zaman musuh yang dilawan bukan lagi laki-laki, melainkan ruang kerja industri.

Bacaan Lainnya

Perempuan diperlakukan sebagai objek pemasaran dagang oleh pemilik industri. Seperti halnya pamasangan iklan, yang dilakukan dengan cara mengeksploitasi tubuh perempuan.

Bentuk eksploitasi dapat dilihat dalam konten media digital. Contoh beberapa kasusnya adalah produk handbody dan skincare. Tentu bagian tubuh perempuan yang mulus dan putih yang akan disorot, agar para konsumen tertarik untuk membeli produk tersebut.

Sudah sangat jelas, bahwa perempuan dijadikan sasaran yang sangat menguntungkan. Sayangnya, industri yang  menguasai perempuan, bukan perempuan yang menguasai industri.

Industri dan Standar Kecantikan Perempuan

Industri mengolah bahan mentah dengan tujuan untuk meningkatkan harga jual, sehingga dapat mengambil keuntungan lebih. Itulah yang dilakukan oleh pemilik industri sebagai pemegang kuasa penuh.

Keadaan saat ini yang menjadi perdebatan perempuan bukan lagi tentang intelektual, melainkan yang sibuk mengikuti tren kecantikan. Padahal standar kecantikan tidak hanya fisik, tetapi otak juga butuh dipercantik.

Standar kecantikan ini tidak muncul begitu saja, tetapi terbentuk dari sejarah yang panjang. Mulai dari kolonialisme, kapitalisme, hingga arus media yang terus memperkuat ilustrasi terkait “perempuan cantik.”

Baca Juga :  Waspadai 3 Hal, Penyebab Perempuan Korban Kekerasan Kampus Tidak Melapor

Implikasinya banyak perempuan yang merasa bahwa kecantikan adalah sesuatu yang harus dioptimalkan dengan segala cara. Termasuk melalui industri produk skincare yang menjanjikan kecantikan.

Lagi-lagi, standar cantik ditentukan oleh industri, sehingga dalam hal ini perempuan berlomba-lomba untuk mempercantik tubuhnya. Bahkan perempuan dihujani berbagai macam iklan produk yang hadir dalam media online.

Bermacam produk saling berkontestasi dalam melakukan invasi ruang bawah sadar kaum hawa, dengan berbagai trik propaganda.

Mulai dari yang menawarkan krim pemutih dan pencerah wajah, itu semua hanya taktik menarik konsumen (khususnya perempuan) untuk menggunakan produk tersebut. Penting untuk melihat kecantikan dengan cara yang lebih adil. Bukan hanya sebagai sesuatu yang harus dikejar tanpa henti.

Menyoal perempuan yang dikuasai industri sehingga mampu menciptakan standar kecantikan dan diamini hampir oleh semua perempuan. Miris sekali, jika cantik yang dimaksud adalah dia yang putih, mulus, berambut lurus, tanpa jerawat hingga beberapa ketentuan fisik lainnya.

Oleh karenanya, cantik tidak dilihat seberapa putih kulitnya, merah bibirnya atau seberapa mulus wajahnya. Tetapi, cantik juga meliputi sejauh mana bacaannya, selihai apa public speakingnya, dan seberapa mahir dalam management, leader bahkan mengamalkan ilmunya.

Dengan demikian, untuk mencapai cantik yang ideal, maka perlu adanya proses membaca, menulis dan berdiskusi secara terus menerus.

Terakhir!. Semua perempuan itu cantik. Sebab yang tampan itu hanya laki-laki.

Penulis: Nur Aini (Mahasiswi Prodi Hukum Tata Negara, 2024)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *