MENGAPA PEREMPUAN JAWA BEGITU IDAMAN?

AGITASI.ID – Beberapa orang Jawa yang belum mengetahui mengenai asal-usul dan sejarah leluhur dari suku Jawa sendiri, mungkin sedikit terkejut dengan kepribadian perempuan Jawa.

Mereka kira bahwa leluhur atau nenek moyangnya ialah penduduk yang tinggal di pulau Jawa dari ribuan tahun lalu, dengan di temukannya fosil seperti Pithecanthropus, Erectus dan Homo Sapiens dari berbagai tempat di pulau Jawa. Sedangkan beberapa pendapat ada yang mengatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari bangsa Austronesia yang leluhurnya diperkirakan berasal dari Taiwan yang berimigrasi melalui Filipina untuk mencapai pulau Jawa antara tahun 1000 SM hingga 1500 SM.

Bacaan Lainnya

Sumber lain mengatakan bahwa asal-usul Jawa juga ditemukan dalam sebuah surat kuno dari keraton Malang, menurut surat ini menyatakan asal–usul penduduk Jawa ialah dari kerajaan Turki di pimpin oleh raja Rum yang mengirim rakyatnya untuk mengembara pada tahun 450 SM, dari sebagian rakyat yang dikirim itu menemukan pulau subur dan di tumbuhi banyak bahan pangan, pada akhirnya mereka membangun pemukiman di daerah tersebut. Inilah cikal bakal masyarakat Jawa yang merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia mayoritas berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Perempuan Jawa memang di kenal sebagai sosok yang selalu kalem dan nerimo, suku Jawa ialah salah satu suku yang memiliki bahasa sendiri yang disebut bahasa Jawa, di dalam bahasa Jawa ada yang namanya paramasastra yang artinya adalah aturan berbahasa antara dua orang atau lebih ketika melakukan percakapan sebagai penanda status sosial yang membuat perempuan Jawa selalu terlihat santun dan anggun. Ciri-ciri fisik suku Jawa diantaranya berkulit sawo matang, tubuh berukuran sedang, mempunyai bola mata hitam atau kecoklatan dan berambut hitam.

Baca Juga :  JILBAB BUKAN SATU-SATUNYA SIMBOL KESHALIHAN

Jika membicarakan suku Jawa tentu tidak lepas dengan salah satu julukan untuk perempuan yaitu “Rencang Wingking” yang berarti teman di belakang hal ini dikarenakan peranan perempuan hanya di posisikan di wilayah domestik (Macak, Masak, Manak). Hingga kini masih ada beberapa kalangan yang perpikir bahwa perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi karena suatu saat hanya akan kembali di ranah domestik, tentu ini menunjukan peran perempuan masih di anggap rendah dan tidak berkontribusi di dalam peradaban manusia. Adanya budaya patriarki ini menjadi momok yang menghantui perempuan dan menyebabkan laki-laki merasa bahwa dialah sosok superior yang kedudukannya lebih tinggi dari perempuan.

Perempuan Jawa tidak bisa di anggap remeh, sejak dini perempuan Jawa sudah di latih dengan pendidikan soft skill agar bisa betul-betul memahami peranan dan tugasnya yang akan di emban ketika menjadi seorang istri atau ibu yang berjiwa sabar, ulet dan mandiri, bercermin pada tokoh wayang yang di kenal sebagai perempuan tangguh yaitu Srikandi, Drupadi, Kendedes, Dewi Sembadara dan Nyi Ageng Sera atau R.A Kartini yang memprakarsai perkumpulan dan memajukan pendidikan perempuan pada masa pemerintahan Belanda.

Bisa kita contoh karna menjadi seorang ibu ialah tanggung jawab besar, madrasatul ula bagi anak-anak tentu membutuhkan ilmu yang cukup, kecerdasan maupun keterampilan menjadi poin penting untuk bisa membangun generasi – generasi unggul, peran perempuan memiliki pengaruh paling besar karena yang akan menanamkan nilai-nilai kepada anak hingga mereka dewasa. Baik itu nilai-nilai agama, pengetahuan, maupun karakter.

Perempuan di sebut wadon yang memiliki makna wewadi atau rahasia karna keharusan untuk perempuan memiliki sifat mikul duwur mendem jero dengan harapan mampu menjunjung tinggi mertabat dan menjaga aib yang ada di keluarga, di sebut pawestri yang berasal dari kata pametri wewading babahan katri (berusaha menjaga lubang ketiga) yang berkaitan dengan hawa sanga di dalam filosofi Jawa yang bermakna mampu menjaga kehormatan tubuhnya, perempuan ibaratkan retna atau permata seperti dalam filosofinya perempuan adalah perhiasan bagi suaminya, atau di samakan dengan kusuma yang berarti bunga sehingga yang keluar dari hidupnya ialah keindahan baik tutur kata maupun prilaku.(*)

Baca Juga :  Antara Kebijakan Pemerintah dan Hilangnya Moral Terhadap Masyarakat Perekonomian Menenggah ke Bawah

Penulis : Izzati QRT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *