Jember, Agitasi.id – Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) memang terkesan menjadi tempat yang diselimuti oleh bau busuk, air tercemar, dan banyak lalat yang bertebaran. Namun, TPA yang terletak di Desa Kertosari, Kecamatan Pakusari, Jember justru memanfaatkan sampah jadi barang ekonomis.
Pemandangan di dalam TPA Pakusari sebelum menuju ke tempat pembuangan sampah sangatlah asri. TPA Pakusari sudah ada sejak tahun 1992 dengan luas lahan kurang lebih 6,8 hektar yang dikelilingi pesawahan dan perkebunan milik warga. Setiap hari, banyak truk berdatangan mengirim sampah, hingga tumpukan menjulang tinggi seperti gunung.
“Masuknya sampah rata-rata 197 ton per hari dan saat ini ketinggian sudah 27 meter, hampir mencapai 30 meter,” tutur Muhammad Masbut selaku Ketua Pengelola atau Koordinator TPA Pakusari, kepada Agitasi, pada Sabtu (14/06/2025) siang hari.
Di balik menggunungnya sampah, di dalam TPA Pakusari juga ada wisata edukasi yang menarik perhatian masyarakat Kabupaten Jember. Terdapat replika dinosaurus dan sepeda Harley yang terbuat dari ban bekas.
Proses daur ulang di TPA Pakusari, dilakukan dengan cara memilah sampah organik dan anorganik yang kemudian dirubah menjadi barang ekonomis. Tempat pemilahan berada pada samping gerbang masuk penimbangan truk pengangkut sampah. Upaya itu dilakukan untuk menghidari pencemaran lingkungan.
“Mekanisme pemilahan sampah ini dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH), yaitu berupa pemilahan sampah organik, anorganik, pembuburan sampah, pembuatan kompos dan lain sebagainya, itu dilaksanakan di sini dengan jumlah pekerja sekitar 22 orang,” ujar Masbut.
Terdapat banyak mesin yang digunakan untuk mengolah sampah. Menariknya, di dalam tempat pengolahan, ada ruang khusus untuk budidaya maggot.
“Kami juga melakukan budidaya maggot, sebagai salah satu mekanisme agar sampah organik bisa dimanfaatkan untuk maggot. Lalu manggot itu, juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sehingga tidak mencemari. Kalau sisa makanan dan lain sebagainya langsung dibuang, nanti akan terjadi fragmentasi kan, yang membuat pencemaran, maka dari itu, kita menggunakan maggot untuk mengurangi sampah organik,” katanya, saat setelah mengisi acara Sarasehan Environtment Day #BeatPlasticPollution.
Adapun untuk sampah anorganik seperti sisa masker, popok bayi (pampers), bungkus makanan, dan botol plastik, diolah menjadi kerajinan indah yang memiliki nilai estetik. Tak hanya indah dilihat, tetapi memiliki fungsi praktis dalam kehidupan sehari-hari, seperti vas bunga, keranjang belanja, dan paving block.
Pemilahan sampah juga dilakukan oleh masyarakat sekitar TPA Pakusari, sebagai pundi-pundi penghasilan untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari.
“Kalau yang secara freelance atau dilaksanakan oleh pemulung yang banyak di atas itu (tempat pembuangan sampah). Ada sekitar 134 pemulung untuk memilah sampah, dan sampah yang masih punya nilai mereka jual untuk penghasilan sehari-hari, jadi di sini ada sekitar 134 pemulung tiap hari yang mengurangi jumlah sampah yang menimbun,” ucapnya.
Penulis: Isbat U. Aqil
Editor: Fadli Raghiel