JEMBER, AGITASI.ID – Merayakan kegembiraan pasca diwisuda memang momen berharga bagi seorang mahasiswa. Namun sedikit berbeda dengan wisudawan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember. Sebab, ada mahasiswa yang merayakan dengan melakukan orasi mengkritik kampus.
Sebuah perayaan yang sedikit nyentrik. Padahal mahasiswa untuk sampai diwisuda butuh waktu yang tidak sebentar. Kadang kala harus rela mengorbankan satu semester untuk ambil cuti cari ongkos bayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Demi tetap membawa pulang gelar sarjana.
Belum lagi dengan adanya kuota masa studi, cara menghabiskan jatah semester pun berbeda-beda. Bagi mahasiswa yang masih mempunyai tanggungan mata kuliah, terpaksa menebusnya dengan memberi uang operasional pada pihak Baitul Maal kampus. Sehingga bisa mengikuti wisuda dan dinyatakan lulus, manakala telah membayar lunas. Karena hingga sekarang kampus tidak akan mau meluluskan mahasiswa secara gratis.
Ritual akademik semacam wisuda identik dengan raut wajah sumringah, lempar toga dan foto bareng seorang kekasih. Padahal tanpa disadari bahwa sebenarnya masih ada yang kurang layak diberikan pada mahasiswa, baik fasilitas, pelayanan, dan konsep pendidikan dari kampus. Tak terkecuali sistem informasi terpadu (sister) yang terkadang eror.
Begitu pun yang dialami oleh salah seorang wisudawan bernama Ahmad Rofiki dan Mahasin Haikal Amanullah. Dua dari kesekian mahasiswa yang berani mengkritik kampus melalui orasi pasca diwisuda rektor.
“Seperti yang tak sampaikan sebelumnya, hanya sebagai salam perpisahan saja, juga sedikit menanggapi persoalan-persoalan yang sebenarnya klise di UIN KHAS ini,” tutur Rofiki kepada crew Agitasi (7/8).
Tepat di bawah terik matahari saat siang hari. Luapan kritik keluar melalui nada keras orasinya.
“Kalau yang disampaikan ketika wisuda, kepada para wali mahasiswa yang di wisuda hanya yang baik-baik saja, soal kampus baik yang lulusan terbaik dan berprestasi. Meskipun dilihat secara nyata ikut andil, kampus apa sih sebenarnya dengan fasilitas yang kurang memadai, masih banyak pelayanan yang terkadang mempersulit mahasiswa, dan tentu UKT yang semakin tinggi, hingga banyak calon mahasiswa yang tidak jadi kuliah gara-gara hal tersebut,” kritik Rofiki yang sekaligus wisudawan asal Fakultas Syariah.
Dalam melakukan orasi tersebut, terlihat jelas hanya ada satpam di depan pintu Gedung Rektorat. Sedangkan pimpinan kampus sedang berfoto di tempat wisuda.
Haikal yang memposisikan sebagai mahasiswa mutakhir, juga melontarkan kritikan pada pimpinan kampus. Dengan tujuan memberi impresi atmosfir kepada sejawat kolegialnya.
“Melihat noumena dibalik banyaknya senior middle yang diangkat menjadi civitas akademika, justru cenderung membuat suara di lapangan melempem, karena (bisa jadi) mungkin, rasa aman atas garansi dan negosiasi gelap lebih mudah didapat. Jika pandangan ini dirasa benar, maka cukup sudah membiarkan dosa (senior-junior) lagi,” jelasnya.
Rupanya tak hanya berkutat pada ranah relasi kepentingan antar civitas akademik.
Lebih lanjut, Haikal membeberkan pengamatannya saat pihak pimpinan kampus sambutan di waktu wisuda berlangsung.
“Civitas akademik minimal menjaga darma baktinya, sumpah yang dilantunkan di saat wisuda (dan didengarkan oleh orang yang tidak tau), merupakan nomenklatur yang paradoks dengan realitas uswah yang dicontohkan. (Jika boleh usul, revisi saja),” kritik Haikal.
Ketika diwawancara oleh crew Agitasi, ia mengatakan kalau fenomena aksi, meski tanpa latar belakang konsolidasi yang sistematis, tapi cukup menarik. “Aksi secara spontan dan natur-e di momen-momen besar kelihatan menarik juga, dimana audiens adalah pisau bermata dua ; pertama, pimpinan dan kedua adalah ortu kami sendiri,” ungkapnya.
Sehubungan dengan rentetan masalah di kampus yang tidak sesuai dengan UKT. Baginya mahasiswa berhak menerima atas apa yang sudah mereka bayarkan, kalau perlu suruh ambil sendiri.
“Dari itu saya berharap, mahasiswa secara umum untuk melihat dengan teliti, porsi dan proporsi apa yang tidak mereka dapatkan dengan UKT sebesar itu. Ambil sendiri hak kalian dan jangan ngomong di belakang !” tegas Haikal.