Agitasi.id-Merasa terhambat mendaftarkan diri sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), seorang calon wisudawan Universitas Islam Negeri Kiai Ahmad Shiddiq (UIN KHAS) Jember kecewa. Ia melakukan protes dan bahkan telah mengirimkan surat pada pihak kampusnya.
Namanya Ahmad Abdullah, ia adalah lulusan pascasarjana UIN KHAS dan hingga saat ini belum di wisuda. Ia mengaku sangat berkeinginan mendaftar sebagai CPNS dan PPPK.
Sayang seribu sayang, harapannya terancam pupus. Pasalnya, hingga detik ini ia belum memiliki legalitas pendidikan magister untuk mendaftarkan diri.
Legalitas sebagai lulusan magister hukum belum didapatkannya, karena belum diwisuda. Walaupun ia telah dinyatakan lulus dan bahkan mengaku telah mendaftarkan diri sebagai calon wisudawan, namun belum resmi karena acara wisuda masih akan dilaksanakan pada bukan desember tahun ini.
“Sebagai mahasiswa pascasarjana saya merasa keberatan atas kebijakan rektorat UIN Khass Jember yang mengulur-ulur jadwal wisuda saya, akibat kebijakan rektorat ini maka saya terancam tidak bisa mengikuti seleksi CPNS dan PPPK di tahun ini”, ungkapnya pada crew Agitasi.id 14/09/2024.
Dalam surat yang tampak penuh rasa kecewa dan sakit hati, ia merasa kebijakan kampus telah menghambat masa depannya. Ia dinyatakan lulus per 5 Juli 2024, namun jadwal wisudanya ditetapkan pada bulan Desember, menciptakan selisih waktu lima bulan yang seolah menggantung nasibnya.
Menurut penjelasan pihak kampus, penundaan tersebut disebabkan oleh terbatasnya kuota wisuda untuk gelombang Agustus dan Oktober, yang disesuaikan dengan kapasitas gedung di UIN KHAS Jember yang tidak mampu menampung banyak wisudawan.
Mahasiswa tersebut mengkritik keras kebijakan kampus yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan mahasiswa.
Bahkan, ia menyarankan agar kampus menyewa gedung yang lebih besar untuk menampung lebih banyak wisudawan, terutama mengingat setiap mahasiswa telah dimintai uang sebesar Rp 800.000 sebagai biaya wisuda.
“Jika memang ada masalah dengan kapasitas gedung yang tidak tercukupi kan bisa kampus menyewa gedung yag lebih besar apalagi setiap mahasiswa sudah dimintai urunan sebesar Rp 800.000”, pungkasnya.
Ia juga membandingkan situasi saat ini dengan masa kepemimpinan rektor sebelumnya, Prof. Babun Suharto, di mana mahasiswa tidak perlu menunggu lama untuk diwisuda setelah dinyatakan lulus.
“Kalau dibandingkan dengan rektorat sebelumnya dibawah pimpinan bapak Prof Babun Suharto setiap mahasiswa yang lulus tidak perlu menunggu lama untuk wisuda”, tambahnya.
Selain itu, ia merasa kecewa dengan sikap Presiden Mahasiswa UIN Khas Jember yang dianggap enggan memberikan dukungan. Setelah meminta pendampingan, ia justru disuruh menghubungi asisten rektor, yang juga tidak merespons surat permohonannya untuk memajukan jadwal wisuda. Surat yang dikirimnya pada 26 Juli 2024 kepada rektorat, berisi permohonan agar bisa diwisuda pada bulan Agustus agar ia dapat mengikuti seleksi CPNS dan PPPK, tidak mendapatkan tanggapan apa pun.
“Padahal saya sudah mengirim surat bahkan telah menghubungi kesekretariatan rektor, Erfan Efendi kan. Tapi belum ada tanggapan”, kata Ahmad pada Crew Agitasi.id.
Ia juga mengaku, bukan hanya dirinya yang merasakan dampak kebijakan ini, banyak mahasiswa lain juga gagal mengikuti seleksi CPNS dan PPPK akibat kebijakan kampus yang dianggap tidak mempertimbangkan hak-hak mahasiswa. Ia merasa sangat kecewa dengan sikap rektorat kampus yang dinilainya arogan dan tidak memikirkan masa depan para mahasiswa yang telah berjuang keras menyelesaikan pendidikan mereka.
Mahasiswa tersebut menegaskan bahwa setiap mahasiswa membayar biaya kuliah melalui kerja keras dan keringat orang tua mereka. Melalui surat terbukanya, ia berharap para pemangku kebijakan di kampus UIN Khas Jember dapat lebih memperhatikan hak-hak mahasiswa dan memperbaiki kebijakan yang tidak adil.
Sebagai seorang aktivis pergerakan, ia berharap kejadian ini tidak akan terulang di masa depan, dan berharap kampus lebih responsif terhadap suara dan kebutuhan mahasiswanya.