AGITASI.ID – Tuhan menjadi suatu hal yang sulit untuk diterjemahkan dengan kosa kata yang sederhana dan cukup rumit untuk di konseptualisasikan berdasarkan kaidah-kaidah pikiran. Filosof terkemuka Jerman,Immanuel Kant menyebut tuhan sebagai salah satu dari tiga hal yang tidak dapat diakses oleh akal budi manusia, selain kebebasan dan masa depan.
Atas dasar itu, imannya berlabuh pada kondisi untuk tidak percaya pada tuhan, karena sebagai objek,tuhan sendiri tidak dapat diketahui akal budi maka disinyalir ketiadaannya.
Akan tetapi, di satu sisi, akal budi juga tidak bisa memastikan bukti yang tegas akan ketiadaannya. Ketika tidak adanya bukti ketiadaan tuhan tidak bisa dijadikan bukti ketiadaannya, maka Kant tidak lalu menjadi atheis. Status iman dari Immanuel Kant ini diistilahkan dengan Agnostik.
Pada tahun 2014, dirilis sebuah film drama komedi satir India berjudul PK yang diperankan oleh Aamir Khan sebagai seorang Alien yang baru turun dari bumi. Ia mencoba mempelajari apa yang dilihatnya, termasuk berkaitan dengan dogma agama.
Terdapat penjelasan yang menarik kiranya dalam film tersebut ketika mencoba mengulik pembahasan mengenai tuhan.
Tuhan itu ada dua, pertama tuhan yang kita ciptakan. Kedua yang menciptakan kita. Sederhananya dapat difahami, tuhan dalam karakter pertama adalah tuhan berdasarkan premis-premis yang dikonsumsi sehari-hari oleh para hambanya yang kemudian menciptakan tuhan dalam sebuah konsep sendiri-sendiri, lantas diatributkan pada karakter tuhan yang menciptakan kita.
Bisa jadi seorang beragama sama tetapi dalam karakter tuhan yang pertama, ia telah mengimani tuhan yang berbeda. Sekalipun menggunakan penamaan yang sama. Karakter tuhan yang diciptakan juga memberi pengaruh pada cara keberagamaannya.
Menurut salah seorang sufi agung, Al-Hujwiri berpendapat bahwa,”Bila engkau menganggap Allah itu ada hanya karena engkau yang merumuskannya, hakikatnya engkau sudah menjadi kafir. Allah tidak perlu disesali kalau dia menyulitkan kita. Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikatnya”.
Kerumitan untuk menjelaskan hakikat tuhan juga tidak bisa terbantukan dengan karakter tuhan yang kedua, yaitu tuhan yang menciptakan kita.
Definisi tersebut terlalu abstrak, sekalipun definisi tersebutlah yang benar dan selamat dari ketergelinciran untuk selalu merumuskan atau menciptakan tuhannya sendiri-sendiri, sebagaimana yang diwaspadai oleh Al-Hujwiri.
Pada karakter kedua ini mendapat afirmasi dari sebuah tulisan pada batu ornamen yang menghiasi wisata religi rowo bayu kabupaten Banyuwangi, sebagai sebuah abstraksi tentang tuhan orang Jawa.
“Tan ono wujud kejobo ono kang wujudake wujud, kang wujudake wujud iku kang sun arani Tuhan. Ison
paringi asmo Allah kang moho kuoso (tidak ada wujud kecuali ada yang mengadakan, yang mengadakan sesuatu itu saya sebut sebagai Tuhan. Saya beri nama Allah yang maha kuasa)”.
Kerumitan dalam menjelaskan Tuhan ini lah kiranya yang mendasari beberapa ilmuwan mengambil jalan atheisme. Rumit dalam kategori ini bukan cara pikirnya, melainkan kapasitas pikiran itu sendiri untuk mengambil kesimpulan ada atau tidaknya berdasarkan bahan-bahan empirik yang menjadi premisnya.
Salah seorang ilmuwan tersohor abad ini, Yuval Noah Harari dalam sebuah acara sempat mendapat lontaran pertanyaan dari seorang jurnalis, “Jadi apa anda percaya Tuhan?” Harari menjawab,”tidak,”.
Lanjut ia menjelaskan mengenai Tuhan menurut versinya, bahwa ada jenis Tuhan, pertama Tuhan yang misterius dimana kita tidak tahu apapun tentangnya, apabila diajukan pertanyaan ‘siapa yang memulai bigbang?’ dan pertanyaan lain yang tidak bisa dijawab oleh sains, kemudian dijawab,’oh, ini Tuhan’.
Kedua tuhan konkrit pemberi hukum, dimana kita tahu jauh melebihi yang seharusnya. Bagaimana tuhan mengatur fashion wanita, partai yang harus dipilih, orientasi seksual dan sebagainya.
Harari sendiri mempunyai kecenderungan pada tipikal sosok tuhan sebagaimana opsi pertama, sedangkan pada opsi kedua, ia cenderung untuk tidak mempercayai sosok tuhan yang mengatur segala problematika yang dihadapi oleh umat manusia.
“Jika ada kekuatan besar yang bertanggung jawab akan misteri besar kehidupan dan alam semesta, black hole dan galaksi, saya tak berpikir ia benar-benar peduli akan gaya busana wanita”, ungkapnya.
Penulis : Arif Prastyo Huzaeri (Alumni Fakultas Usuluddin dan Humanioro UIN KHAS Jember)