AGITASI.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak semua permohonan pemohon capres-cawapres nomor urut 01, Anies-Muhaimin, serta Pasangan 03, Ganjar-Mahfud, dengan pernyataan tegas. Sayangnya, sejumlah pihak masih mengkritiknya.
“permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum”, demikian bunyi putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4).
Melalui putusan tersebut, beberapa dalil dalam permohonan pemohon secara tegas telah tertolak.
Sebagaimana dipahami sebelumnya, bahwa ada beberapa dalil permohonan yang disengketakan pada MK. Beberapa adalah sebagaimana berikut;
1. Bawaslu tidak tindaklajuti dugaan kecurangan Prabowo-Gibran,
2. Presiden Jokowi intervensi syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
3. Presiden Jokowi melakukan nepotisme.
4. Korelasi bansos dengan perolehan suara capres-cawapres.
5. Sejumlah menteri terlibat dalam upaya memenangkan Prabowo-Gibran.
6. KPU berpihak pada Prabowo- Gibran.
Akhirnya, seluruh dalil tersebut dinyatakan “ditolak”. Hal demikian dipaparkan dalam pembacaan putusan oleh Suhartoyo selaku Pimpinan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
“Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujarnya tegas.
Menurutnya, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Artinya seluruh dalil dan pembuktian dianggap lemah.
Adapun alasan hakim yang menganggap dalil permohonan ke 2 Capres-Cawapres tersebut lemah, dikarenakan tidak adanya bukti yang meyakinkan. Dalam pelaksanaan sidang gugatan, kubu Anies-Muhaimin hanya mengajukan bukti berupa berita dan video yang bersumber dari media online, tanpa diikuti oleh dukungan saksi ataupun ahli.
Substansi pemberitaan yang disodorkan tidak menunjukkan secara spesifik, bagaimana, kapan, di mana, dan kepada siapakah ketidaknetralan yang dilakukan oleh para menteri dan pejabat negara. Adapun vidio yang dijadikan bukti gugatan tersebut tidak dapat dibuktikan keasliannya.
“Apakah tindakan tersebut dilakukan dalam masa kampanye ataukah sebelum ataupun setelah masa kampanye,” kata Arsul.
Hakim MK tersebut juga memandang ketiadaan bukti berupa laporan dugaan pelanggaran pemilu kepada Bawaslu. Hal ini menunjukkan Anies-Muhaimin telah melepas haknya untuk melaporkan dugaan tersebut sesuai dengan tahapan.
Meski begitu Dalam putusan ini, terdapat tiga Hakim yang menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat. Ketiganya adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
“Pemilu yang jujur dan adil sebagai bagian asas atau prinsip fundamental pemilu diatur dalam UUD 1945,” kata Saldi Isra dalam pembacaan dissenting opinionnya.
Selain itu, tampaknya Putusan MK ini, masih menuai polemik tersendiri bagi masyarakat dan para ahli. Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menilai putusan MK masih ambigu dan terkesan menoleransi pelanggaran serius dengan alasan tidak cukup bukti.
Begitupun Titi Anggraini, seorang peneliti pemilu senior, yang juga memandang MK masih pragmatis dalam membuat keputusan. Dalam permohonan terkait dengan netralitas presiden, politisasi bansos dan keterlibatan pejabat negara dalam proses elektroal, MK selalu bersandar pada aturan main yang berlaku. Tidak ada kesempatan untuk menggali bukti itu.
*Penulis : Roudlotul Atfal