JEMBER, AGITASI.ID – Keberadan tambak udang di Desa Mayangan dan Kepanjen, Kecamatan Gumukmas masih terus beroperasi. Janji penutupan aktivitas tambak dari DPRD Jember, ternyata tidak terlaksana.
Warga Desa Kepanjen yang tergabung dalam Kelompok Perjuangan Masyarakat Perjuangan (KPMK), sebelumnya mendapat kabar baik saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi B dan C DPRD Jember, pada Selasa (18/03/2025).
Rapat yang digelar dengan menghadirkan beberapa dinas pemerintahan dan Pimpinan PT. Delta Guna Sukses (DGS) itu, telah sepakat untuk aktivitas tambak ditutup sementara. Namun, hingga kini tak kunjung ditutup.
Warga Kepanjen kembali mendatangi DPRD dan kantor pemerintah Kabupaten Jember, untuk mengirim surat yang berisi laporan resmi riset empiris, terkait dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambak udang, baik yang berizin maupun ilegal.
Surat yang dikirim pada Selasa (29/04/2025) siang hari, oleh Ketua Kelompok Perjuangan Masyarakat Kepanjen (KPMK) Arif Sukoco dan warga Kepanjen Setyoramires, bertujuan untuk menagih janji terkait kesepakatan penutupan tambak.
“Maka dari itu, sekarang kami datang lagi ke Gedung DPRD ini, untuk menagih janji,” tegas Setyo.
Menurut Setyo, janji penutupan tambak tersebut sudah pernah direkomendasikan oleh DPRD Jember pada bulan lalu (18/03/2025).
“Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) ada sekitar 8 masyarakat Kepanjen dan Mayangan diundang, hadir pula OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait dan dari pihak tambak. Hasil dari RDP itu, DPRD Jember merekomendasikan untuk menutup tambak,” katanya.
Tidak berhenti sampai situ, dalam memori ingatan Setyo, DPRD Jember dan OPD terkait juga melakukan sidak gabungan dan melihat bagaimana dampak dari keberadaan tambak.
“Padahal bulan Februari lalu (28/2/2025) DPRD Jember dan OPD terkait melakukan sidak gabungan, hasilnya pun, mereka langsung melihat pelanggaran tambak dan dampak-dampak seperti apa yang diadukan masyarakat,” kata Setyo.
Aspirasi terkait penutupan tambak yang dialami oleh masyarakat Desa Mayangan dan Kepanjen terus diperjuangkan. Bagi mereka, tanah yang tercemari limbah tambak tersebut menjadikan mata pencahariannya semakin menurun dan terancam.
Berbeda dengan Setyo, menurut Arif Sukoco pemerintah Kabupaten Jember sampai hari ini, tidak ada tindakan tegas menyoal penutupan tambak. Pasalnya, laporan yang Arif kirim ke pihak pemerintah tidak hanya secara offline, tapi juga online.
“Kepada bupati baru ini, kedua kalinya kami melapor. Sebelumnya sudah sebulan lebih kami berkirim laporan online ke bupati, melalui wadah atau sistem Wadul Guse itu. Tapi sampai sekarang tidak ada tindakan tegas,” ujarnya.
Dampak pencemaran yang paling dirasakan warga, adalah rusaknya lahan pertanian serta perubahan garis pantai akibat sedimentasi limbah tambak.
Arif mengatakan jika adanya limbah dari tambak udang menyebabkan tanah pertanian tidak lagi produktif dan berdampak pada penghidupan petani dan nelayan lokal.
“Maka dari itu, kami berharap persoalan ini segera diselesaikan. Jangan biarkan warga petani-nelayan Kepanjen dan Mayangan terus merasakan dampaknya. Sudah puluhan tahun, sekitar 200 hektar lahan pertanian tidak dapat ditanami akibat keberadaan tambak,” pungkasnya.
Hingga kini, warga Mayangan dan Kepanjen, menunggu balasan surat yang mereka kirim dan menantikan iktikad baik, dari pihak DPRD dan pemerintah Kabupaten Jember untuk menepati janjinya terkait keseriusan penutupan tambak.
Kontributor: N. A. Tohirin
Editor: Fadli Raghiel