AGITASI.ID – Tulisan ini dibuat untuk merespon Lomba Karaoke yang diadakan Perpustakaan Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Pamflet lomba karaoke ini berseliweran di media sosial, dalam rangka memperingati “Bulan Gemar Menbaca & Hari Kunjung Perpustakaan 2024“. Hal ini pun membuat penulis bertanya, kenapa hal yang sangat bijaksana harus diperingati dengan mengadakan lomba karaoke?
Lantas Apa korelasi antara karaoke dengan Bulan Gemar Membaca & Hari Kunjung Perpustakaan? Hanya penyelenggara yang bisa menjawab. Tetapi ternyata jauh hari sebelum Perpus mengadakan lomba karaoke tersebut, Adolf Hitler yang tak lain adalah pimpinan partai Nazi, pernah menggelar lomba karaoke dan seni serupa. Biasanya, diadakan untuk para tahanan Holocaust (tahanan Yahudi) di kamp penjara konsentrasi.
Hitler dengan lomba karaokenya, tentu punya wacana dan propagandanya sendiri, yakni untuk menyembunyikan antisemitismenya. Dihadapan publik, ia seolah menampilkan Jerman yang toleran. Padahal sejarah telah membuktikan, sangat rasis.
Lalu bagaimana dengan lomba karaokean ala Hafidz Hasyim, sang pimpinan Perpus. Penulis akan mengurainya dengan dugaan yang sederhana.
Sekilas tentang Adolf Hitler dan Lomba Karaoke di Kamp Penjara Konstresi Holocaust
Pertama kali penulis tahu tentang lomba karaoke yang diadakan pepustakaan ini, ketika teman satu group mengirim pamfletnya. Tentu penulis kaget dan penasaran, apa inspirasi penyelenggara mengadakan lomba karaoke ini?
Di saat bersamaan, Samsi, adik kekcilku yang sangat kritis itu, berkomentar dengan gaya khas nyentriknya. Begini isi pesannya,
“Lomba karaoke juga pernah digelar Hitler di Kamp konsentrasi Berlin cak. Hiburan untuk para pemalsu dollar dan poundsterling, mereka tahanan Holocaust (Yahudi Polandia) kala itu. Dilestarikan sama Cak Hafidz”. Tulisnya seraya men-tag Pak Hafidz, si kepala perpustakaan UIN KHAS Jember yang kebetulan berada di group yang sama.
Dan benar saja. Dahulu, Hitler pernah menggelar Lomba Seni yang didalamnya juga terdapat Karaoke sebagaimana perpus UIN KHAS saat ini. Diselenggarakan oleh Hitler di Camp Penjara Konsentrasi Berlin. Adapun pesertanya, adalah Holocaust, para tahanan Yahudi Polandia.
Adapun tujuannya, ingin menghibur sekaligus mempecundangi para pemalsu dollar yang menjadi tahanan Holocaust. Diketahui bersama, diskriminasi kepada bangsa Yahudi di eropa kala itu sangat masif. Sampai-sampai, orang Yahudi dilarang untuk berbisnis. Melalui lomba musik itulah, ia mengelabuhi publik dan membangun citra baik di balik gerakan antisemitnya.
Dalam acara itu, musik yang dipertunjukkan mengikuti gaya orkestra berukuran sedang. Dimainkan dengan musik klasik yang populer serta ringan, lebih sofistikat. Pada kesempatan ini, semua seolah berbahagia. Meski tampak bertujuan untuk menghibur dan mendidik para tahanan, nyatanya mereka memiliki agenda yang berbeda.
Pada bulan Oktober 1935, ketika delegasi dari Palang Merah Internasional mengunjungi kamp, komandan pasukan Nazi menjadikan acara karaokean sebagai alat propaganda. Pertunjukan musik itu dimanfaatkan untuk menciptakan gambaran bahwa kondisi kamp lebih baik daripada kenyataannya, sehingga menipu pandangan dunia luar tentang kehidupan naas yang sesungguhnya.
Pada dasarnya, Hitler selalu menjadikan karaokean sebagai wacana dan propaganda. Cara-cara menipu publik demikian juga pernah dilakukannya pada gelaran olimpiade Berlin pada tahun 1936. Kala itu, acara dimanfaatkannya untuk memukau banyak penonton dan jurnalis asing, untuk pencitraan Jerman yang damai dan toleran. Padahal saat itu, Nazi Jerman sedang menyembunyikan karakter rasis, kebijakan antisemitisme dan militerisme Jerman yang terus meningkat.
Lomba Karaoke Perpus UIN KHAS Jember untuk Memperingati Bulan Gemar Membaca
Di era kepemimpinan Prof. Hefni, sebagai rektor, mayoritas pejabat kampus mengalami pergantian. Sejak pejabat baru itulah, banyak terobosan yang bisa dibilang spektakuler. Inovasi kegiatan berdatangan dalam kepemimpinan masing-masing pejabat yang terbilang baru itu. Termasuk di Perpustakan, yang sekarang lagi dipimpin oleh Hafidz Hasyim.
Benar saja, dengan semangat untuk menumbuhkan tingkat membaca dalam memperingati Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan 2024, Perpus UIN KHAS menggelar Lomba Karaoke. Iya benar, lomba unjuk kebolehan tarik suara.
Pada lomba karaoke yang akan digelar pada tanggal 04 Oktober 2024 itu, peserta wajib membawakan dua lagu. Hymne UIN KHAS Jember menjadi lagu yang wajib dibawakan peserta. Selebihnya, peserta bebas membawakan lagu karya siapapun dan dari genre musik apa saja. Untuk menawan peserta dalam lomba Karaoke ini, Perpus UIN KHAS menyiapkan total hadiah sebesar 1.5 Juta.
Kembali ke pertanyaan awal, lantas apa kaitannya antara lomba karaoke dengan bulan gemar membaca dan hari kunjung perpustakaan? Berikut penulis akan sedikit menduga-duga dengan analisis yang sederhana tujuan perpus mengadakan acara tersebut.
Pertama, lomba karaoke ditujukan untuk membangun citra enjoy dibalik mitos angkernya perpustakaan. Selama ini, membaca dianggap sesuatu yang membosankan. Anggapan tentang membaca bisa menyebabkan ngantuk dan lain sebagainya membuat mitos baru. Yakni, perpustakaan adalah tempat yang angker bagi mahasiswa dan kebanyakan orang. Perpustakaan seolah menakutkan untuk dikunjung, dan buku-buku yang ada di perpus merupakan penyebabnya.
Adanya lomba karaoke bisa saja bertujuan untuk menghilangkan mitos keangkeran Perpus. Perpus bahkan juga tempat enjoy untuk menghibur mahasiswa. Tampaknya, perpus sangat terbuka, bahkan terhadap lomba karaoke yang sama sekali bukan faktor pendorong meningkatnya minat membaca.
Kalau dugaan ini benar, maka penulis berani mengatakan bahwa Hafidz sang pimpinan perpus, sedang membangun wacana propaganda sebagaimana yang Hitler pernah lakukan dulu.
Kedua, untuk menghibur para pegawai perpus yang stres karena setiap hari melihat tumpukan buku. Di tengah stereotip yang sering menggambarkan perpustakaan sebagai tempat yang tenang dan damai, pejabat perpustakaan justru sering menghadapi berbagai sumber stres yang signifikan dalam pekerjaan mereka. Dimungkinkan, pejabat perpus sering mengalami tekanan untuk mencapai target inovasi dari nahkoda yang baru. Oleh karenanya, lomba karaoke menjadi solusi untuk mengurangi stress pejabatnya.
Jadi jelas, konklusinya, baik karaokean ala Hafidz Hasyim, sang pimpinan Perpus, dan Adolf Hitler sang pimpinan Nazi, mempunyai wacana, propaganda dan tujuannya masing-masing. Selebihnya, antara lomba karaoke dengan bulan gemar membaca dan hari kunjung perpustakaan, sama sekali tidak ada hubungannya.