Jember, Agitasi.id – Memang arus informasi semakin canggih dan mudah diakses untuk keperluan membaca. Meski begitu, Mustakim tetap optimis menjual buku-buku klasik dan bekas, dengan duduk manis di kursi bersejarah rumahnya untuk menunggu pembeli. Ia terus konsisten berjualan buku sejak tahun 1963.
Usia yang tak lagi muda, tidak menjadikan semangat dalam dirinya terkikis, justru mengais rezeki lewat berjualan buku. Toko buku itu terletak di Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember.
Sebelum secara tetap berjualan buku, ia berjualan koran. Kiprahnya dalam berjualan buku, ia mulai sejak masa remaja. Dirinya termasuk orang yang kurang mampu dalam tatanan sosial masyarakat. Sebab, ia tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali.
Walaupun menjadi penjual buku, bukan berarti dengan mudahnya bisa membaca beragam buku yang dimiliki. Mustakim justru sempat tidak bisa membaca.
“Saya jualan buku ini tidak bisa baca sebelumnya. Saya berjualan karena memang tidak tahu mau jualan apa, jadi saya memilih jualan buku bekas, yang saya beli di pasar-pasar loakan di Surabaya. Saya bisa baca karena ada mahasiswa UNEJ (Universitas Jember) yang mengajarkan membaca,” ungkapnya, kepada Agitasi, Sabtu (17/05/2025).
Menurut Mustakim membaca dapat mengubah cara berpikir dan menambah pengetahuan. Ia percaya bahwa membaca adalah jendela dunia.
Jatuh bangun ketika berjualan buku sudah biasa dialami oleh Mustakim. Awalnya ia berjualan di trotoar jalan di Kabupaten Jember. Sedikit demi sedikit pundi-pundi penghasilannya ia kumpulkan.
Namun, sejak ada peraturan dilarang berjualan di troroar, menjadikan ia harus berkeliling dari pasar satu ke pasar lainnya. Tepat di tahun 2000, Mustakim memilih berjualan buku di rumahnya.
“Dulu jualannya di tahun 1963 di trotoar di kota, semenjak tidak diperbolehkan karena pembersihan, saya pindah ke rumah ini dari tahun 2000. Sekarang di rumah saja sudah enggak kuat lagi buat jualan keliling. Alhamdulillah atas izin Allah tempat ini bertahan sampai sekarang,” tutur Mustakim dengan tersenyum.
Pria usia 80 tahun itu merasa bangga bisa berjualan buku, mulai dari buku pendidikan, kesehatan, teknik, pertanian, sampai hukum. Mayoritas pembelinya para mahasiswa Jember.
“Kebanyakan yang beli buku di sini mahasiwa Jember, kayak mahasiswa UNEJ (Universitas Jember), UNMUH (Universitas Muhammadiyah), untuk mengerjaan skripsi, tidak menemukan buku di tempat lain, mereka mencari buku yang lebih murah,” ungkapnya.
Buku-buku yang dijual oleh Mustakim diberi harga mulai Rp. 5.000, tergantung dari best seller bukunya. Ia membuka jualannya mulai dari subuh selepas ia sembahyang dan mengaji, dan ditutup jika sudah tidak ada orang yang beli.
“Mulai dibuka habis subuh kalau saya sudah shalat dan ngaji. Kalau tutupnya tak tentu sampai larut malam kalau emang ada orang yang mau berkunjung, tetap saya persilahkan,” katanya.
Mustakim pernah mengalami kesepian pembeli pada tahun 1984. Ia mulai resah karena tidak ada yang beli buku lagi. Tak berselang lama ia mencari penyebab kesepian tersebut. Ternyata, alasannya adalah perubahan kurikulum pendidikan pada masa itu, sehingga ia tidak berjualan buku lagi.
“Selama 1 tahun, 2 tahun tidak jualan ya di rumah aja. Tapi merasa stres mau makan apa kalau tidak jualan. Ya, saya ke Surabaya lagi, buat beli buku loakan. Tapi isteri marah-marah takut kejadian lagi (sepi pembeli). Tapi saya tetap semangat, namun tidak saya sangka ada dosen yang beli dari situ, jualan mulai laris lagi sampai sekarang,” ucapnya.
Selama berjualan buku, Mustakim ditemani isteri tercintanya, hingga sekarang tinggal ia sendiri di rumah. Meskipun, kini kemajuan teknologi menyebabkan orang-orang jarang mengunjungi rumahnya. Mustakim tetap melanjutkan jualan buku.
Kontributor: Asri Lailatus Sa’adah
Editor: Fadli Raghiel