AGITASI.ID – Jember, sebuah kota di Jawa Timur. Kota ini terkenal dengan keindahan alam dan keragaman budayanya yang mencerminkan miniatur Indonesia. Namun, di balik keindahan tersebut, ada wajah lain yang muncul saat malam tiba ; balap liar dan tindak kekerasan.
Balap liar telah menjadi masalah serius di Jember. Menurut data dari Kepolisian Resort Jember, kasus balap liar telah meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir. Tidak hanya meresahkan warga, balap liar juga sering kali berakhir dengan tindak kekerasan dan bahkan kematian. Balap liar menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi adanya pertengkaran dan tindak kekerasan kepada sesama pembalap karena kalah dan gengsi.
Tindak kekerasan yang disebabkan oleh oknum juga menjadi masalah yang tidak kalah serius. Kasus-kasus seperti pemukulan, perampokan, dan penganiayaan sering kali terjadi, terutama di malam hari.
Hal ini tentu saja merusak citra Jember. Balap liar yang menimbulkan tindak kekerasan menjadi amoral yang paling harus dihindari, terutama bagi kalangan pemuda.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, balap liar dilarang karena dapat membahayakan pengguna jalan lain. Pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat dikenakan sanksi pidana dan denda.
Namun, penegakan hukum terhadap balap liar dan tindak kekerasan sering kali menemui kendala. Salah satunya adalah kurangnya pengetahuan dan kepedulian sumber daya manusianya dan tindakan tegas dari aparat kepolisian.
Selain itu, ada juga masalah sosial dan budaya yang membuat masalah ini sulit untuk diatasi. Seperti kurangnya peran orang tua dan lingkungan yang tidak memperhatikan perilaku anak-anak muda. Amoral akan terus terjadi jika tidak ada yang memberi efek jera pada pelakunya.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerja sama antara pemerintah, kepolisian, dan masyarakat. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang lebih tegas terhadap balap liar dan tindak kekerasan.
Kepolisian perlu meningkatkan patroli dan penegakan hukum. Sementara itu, masyarakat perlu lebih aktif dalam melaporkan kasus-kasus balap liar dan tindak kekerasan.
Balapan liar, yang biasanya dilakukan di tengah malam, telah menjadi momok bagi warga Kota Jember. Selain mengganggu ketertiban umum, balapan liar juga berpotensi menimbulkan kecelakaan yang bisa merenggut nyawa. Ironisnya, balapan liar ini kerap dianggap sebagai ajang hiburan dan pencarian identitas bagi sebagian remaja.
Sementara itu, kasus pengeroyokan yang melibatkan remaja juga menjadi isu yang tak kalah mengkhawatirkan. Pengeroyokan biasanya dipicu oleh masalah sepele, namun berakhir dengan kekerasan fisik yang berlebihan. Oknum-oknum tertentu kerap kali menjadi dalang di balik aksi pengeroyokan ini, memanfaatkan remaja sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka.
Perilaku ini tentu bukanlah cerminan dari remaja Kota Jember secara umum. Banyak remaja di kota ini yang aktif dalam kegiatan positif dan berkontribusi bagi masyarakat. Namun, perilaku negatif sekelompok remaja ini cukup untuk menodai citra remaja Kota Jember secara keseluruhan.
Kota Jember seharusnya menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia. Keindahan alam dan keragaman budaya harus diimbangi dengan keamanan dan ketertiban. Jika tidak, Kota Jember akan menjadi ironi yang menyedihkan, sebab masalah ketertiban dan kedamaian masih belum terwujud.
Mari kita bersama-sama untuk bahu-membahu untuk mewujudkan Jember untuk menunjukkan wajah yang lebih baik di masa depan. Sebuah wajah yang tidak hanya indah di siang hari, tetapi juga aman dan damai di malam hari.