Agitasi.id- Sudah sejak 5 tahun terakhir, pembangunan UIN Kiai Haji Ahmad Shiddiq Jember begitu pesat. Sejak itu pula, jalan umum masyarakat sekitar kampus dilalui debit air hujan yang kebingungan mencari resapan. Masyarakat sekitar kampus selalu khawatir rumahnya kebanjiran setiap musim penghujan. Masalah ini sudah bertahun-tahun terselesaikan.
Pada periode kepemimpinan Rektor baru, Prof Hefni Zein, S.Ag, M.M., ada harapan besar masalah yang bertahun-tahun diselesaikan. Mereka berharap pada gagasan terbaik sosok santri yang sebelum telah menjadi wakil rektor ini.
Dalam hal menangani musibah musiman yang terjadi akibat pembangunan kampus UIN Khas, kira-kira begini surat masyarakat sekitar pada rektor baru UIN Khas,
Kepada yang terhormat, Prof Hefni Zein, S.Ag, M.M.,
Asslamualaikum, Wr. Wb.
Semoga Prof tetap dalam ridho dan kasih sayang Tuhan. Bagi kami, Prof adalah guru besar yang memiliki niat baik untuk memajukan pendidikan tinggi yang kebetulan bertempat di daerah kami. Prasangka baik bahkan harapan kami, sangat besar pada kepemimpinan prof saat ini.
Kami selaku masyarakat sekitar, terlebih dahulu ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih pada kampus yang prof pimpin.
Awalnya, kami merasa Semakin maju UIN Khas Jember, semakin besar pula potensi pengembangan pendapatan bisnis kami, masyarakat sekitar kampus.
Jualan kami tambah banyak menerima konsumen. Bahkan sebagian dari kami yang memiliki kamar lebih dapat di kostkan dan hasilnya lumayan prof. Tentu sangat sah, jika ada pembicaraan yang mengatakan, “tanpa UIN, kami akan kelaparan”.
Namun, beberapa tahun berlalu, mulai terasa prof. Keuntungan potensi ekonomi tersebut, tidak begitu berdampak pada semakin baiknya kehidupan kami. Tentu banyak hal yang menjadi penyebabnya.
Kami sebutkan satu-persatu. Pertama, semoga prof paham bahwa strata pendidikan dan ekonomi masyarakat sekitar kampus berada pada level menengah ke bawah.
Jika yang datang dan tinggal sementara di sini, hanya mahasiswa, tentu kami bersyukur. Mereka adalah konsumen bisnis yang menarik. Namun faktanya tidak demikian prof.
Mahasiswa mungkin hanya mampu membeli produk bisnis kami. Mungkin hanya membeli nasi, ice, hingga ngontrak di tempat tinggal kami. Makanya, Kami bersyukur, jika mahasiswa UIN tambah banyak berdatangan. Sebab mereka hanya sebagai konsumen, bukan pesaing usaha.
Yang disayangkan. Rekan-rekan prof, baik yang menjabat sebagai dosen atau bahkan salah satu pimpinan kampus, juga ikut berbisnis. Mereka bukan datang membeli gorengan, pecel dan sebagainya. Mereka datang membeli tanah, membuka bisnis sendiri dan bersaing dengan kami yang berada dalam kondisi kelas menengah ke bawah.
Kami yang mayoritas berpendidikan rendah, tentu tidak mampu bersaing dan mendapatkan pekerjaan. Konsekuensinya, selalu kalah dalam peluang kerja. Pendapatan pun melemah. Akhirnya, semakin lama, tanah kami terpaksa direlakan dijual kepada rekan-rekan prof. Penjualan tanah itu, semata-mata untuk menyambung kebutuhan hidup.
Ketika uang dari penjualan tanah habis, kami semakin terdesak. Pendidikan tak punya, modal ekonomi semakin digerus. Akhirnya, beberapa tetangga terusir dari lingkungan ini. Rumah dan tanah mereka lambat laun jatuh pada rekan-rekan prof sendiri.
Kami yang bertahan saat ini, hanya terkuat dan mungkin sedikit beruntung dari pada tetangga-tetangga yang telah pergi. Mungkin, dianggap beruntung karena masih ada sisa lahan, walau tinggal satu kamar dan ruang tamu yang juga telah dijadikan tempat jualan.
Mengenai masalah ini, apa prof memiliki solusi? Jika dibiarkan, tentu kami akan kalah bersaing dengan rekan-rekan prof. Itu jelas sekali, sebab para dosen apalagi pejabat pasti memiliki sumber dan akses modal lebih tinggi dari pada kami.
Apalagi semua keluarganya juga masuk dan bekerja di UIN. Penghasilannya pasti sangat tinggi, tidak mustahil pada akhirnya, mereka sekeluarga memonopoli bisnis dan usaha kami. Saya yakin prof mengerti..!
Kedua, masalah yang juga membuat kami sadar adalah terjadinya banjir setiap musim hujan prof. Saya ingin sampaikan dan prof harus tahu bahwa dulu, sebelum GKT dan gedung sebelah timur kampus itu dibangun, kita tak pernah kebanjiran. Sekarang, jalan bahkan rumah selalu dimasuki air setiap musim hujan.
Selaku guru besar, pasti paham. Banjir terjadi karena air hujan tak mampu diserap tanah. Juga bisa karena ruas aliran irigasi di kampus tidak layak menampung debit air hujan. Apapun itu, Prof pasti tahu apa penyebabnya.
Kami memang tidak punya hak untuk mengatur kebijakan pembangunan kampus yang prof pimpin. Namun kami berhak hidup layak. Kami berhak hidup di lingkungan yang sehat.
Apa prof tidak pernah berpikir bahwa dibalik ruang AC dan sofa yang prof tempati, berbanding terbalik dengan kondisi rumah kami? Atas nama pengabdian pada negara dan kenikmatan bekerja, kampus telah mengorbankan hak hidup masyarakat sekitar prof.
Setiap kali hujan turun, dosen-dosen bisa duduk santai di ruang kerja. Sebaliknya, ruang kerja kami sangat mengkhawatirkan. Usaha kami lumpuh saat musim hujan. Kebutuhan pun semakin berat untuk kami cukupi.
Melalui surat ini, semoga Prof dapat melakukan inovasi yang lebih baik dan tidak melanjutkan hal-hal yang merusak hak hidup warga sekitar kampus.
Akhir kata, semoga kerja dan ide prof dalam ridho Tuhan.
Salam ta’dhim dan Wassalamulaikum Wr.Wb.