Surat Terbuka Kepada Pemerintah Kabupaten Jember: Museum Huruf Hanya Ada Satu Di Indonesia

AGITASI.ID – Bangsa yang maju adalah bangsa yg tidak lupa perjuangan pahlawannya, jas merah sukarno. Ya, begitulah pentingnya sejarah. Kalau sebuah bangsa ingin maju harus menghargai pahlawannya. Bagaimana dengan jember? Sudahkah masyarakat terutama pemerintah menghargai sejarah?

Sambil menaiki kereta beroda dua, saya berjalan. Saat itu terik matahari memanggang kota jember. Ramai sekali, bahkan sangat berisik. Sembari mengingat dua jam yang lalu saya berniat berkunjung ke Museum Huruf, dengan harapan mendapat banyak pengalaman dan ilmu sepulang dari tempat penuh koleksi tersebut. Apakah kunjungan saya membuahkan hasil?
Satu meter tersisa dari empat kilo perjalanan, barulah mata terperanjak kagum, saya tahu ada bangunan menarik luar biasa. Tidak hanya menarik, bangunan itu sangat unik dengan sentuhan kreatif luar dan dalam. Siapapun yang berkunjung, pasti tidak sabar segera masuk ke dua ruang museum yang tidak terlalu besar ini. Bagaimana tidak, selain bangunan yang unik, manusia ber-uban dengan kaos bertuliskan “eureka” dan tato macam-macam font tersebut berhasil membuat pengunjung penasaran siapa dia sebenarnya. Hanya saja, fikiran saya masih terpaku pada bangunan dan koleksi di dalamnya, mengapa bangunan ini begitu kecil? Mengapa bangunan ini seperti rumah yang dikorbankan sebagian untuk Museum? Apakah tempat penting yang melindungi dan mengembangkan serta memanfaatkan karya ini tidak mendapatkan dukungan dan apresiasi dari pemerintah jember?

Bacaan Lainnya

Mengapa tiba-tiba pesimis? Apakah pemerintah jember se-arogan itu terhadap warganya? Ya. Begitulah pemerintah jember, doakan saja semoga cepat sadar.

Baca Juga :  REKTOR DISEBUT TOKOH ORGANISASINYA, KADER PMII JEMBER MERADANG

Apalah Arti Warisan Bagi Masa Depan Jember

Zaman semakin maju, kertas semakin tidak dibutuhkan di era 4.0,- saat ini. Bahkan menulis tidak butuh pensil arang lagi. Namun, asal-usul tulisan darimana dia dibentuk perlu diungkap dalam sejarah. Meski telah tujuh puluh enam tahun Indonesia merdeka, sejarah huruf dan karya seni tentangnya tetap menjadi warisan lokal yang perlu dijaga. Museum huruf ini misalnya, memberikan warisan elok nan berharga bagi Jember terlebih Indonesia. Museum huruf Jember banyak menyimpan karya tulis dengan macam tulisan yang berbeda-beda: logogram; pallawa; Alfabet Romawi; brahmi; aksara Han; dll.

Warga jember yang waras, tentu bangga dengan keberadaan museum itu. Namun tidak untuk yang acuh tak acuh atas kehadiran tempat penuh histori ini. Seharusnya, rumah sejarah diapresiasi dan didukung keberadaannya. Mulai dari ragam huruf lokal jawa, Madura bahkan manca negara termuat dalam museum ini, tidak hanya itu, masyarakat dari berbagai kalangan: tua; muda dan anak-anak dapat membaca sejarah huruf didalamnya. Yang menarik adalah Museum menyediakan buku “braille” yang dicetak timbul untuk tuna netra.

Harusnya pemerintah malu, presiden pertama saja bergandrung dalam sejarah. Malu jadi pemerintah yang lupa terhadap sejarahnya. Apalagi yang simpati dan empati pada sejarah adalah lelaki tua, bertato dan berkaos tuliskan “eureka”. Pak erik namnya (pendiri museum huruf). mari bersorak kepada pak erik, seorang yang hebat walaupun beruban dan semangat, tapi pengabdiannya mengalahkan semuanya.

Tidak heran, apabila kemudian hari tidak ada lagi Erik-erik lain yang peduli terhadap sejarah dan intelektual dijember. Ya, kurang tervalidasi dan apresiasi dari pemerintah menjadi sebab mengapa manusia hebat di Jember mudah menghilang ditelan bumi begitu saja. Musnahlah warisan besar Jember tanpa manusia hebat sepertinya.

Baca Juga :  HAM DI ATAS SEGALANYA: Quo Vadis Sepakbola Indonesia?

Museum Huruf Hanya Ada Satu Di Indonesia

Konon, Museum huruf hanya ada satu di Indonesia. Secara historis, Pak. Erik tidak sendirian, ada banyak kawan dari komunitas design yang ikut andil membantu. Tercatat pada tanggal 30 Agustus 2017, Pak. Erik dan rekan bersama-sama mengumpulkan karya dan koleksi yang akan dipamerkan dalam Museum tersebut. Tidak berhenti disitu saja, setelah museum berdiri, Pak Erik banyak mengadakan event yang dijuluki “cangkruk pacapa”. Dalam event tersebut banyak mengundang minat anak muda terutama mahasiswa. Mulai dari berdiskusi; ngobrol receh; bahkan nego satu batang rokok.
Setelah enam tahun usia museum huruf di tahun 2023, eksistensi Museum Huruf sebagai museum huruf satu-satunya di Indonesia semakin terlihat. Terbukti dengan adanya pengunjung dari berbagai kota dan negara. Hal tersebut karena Masuknya Museum Huruf dalam pendidikan kebudayaan dan asosiasi museum.

Tidak sedikit mahasiswa yang berkunjung untuk menggali sejarah huruf dan nimbrung diskusi seputar “peradaban” di event “cangkruk pacapa”. Proses mendirikan, menjaga dan menarik minat pemuda bukan hal yang main-main, bisa dibilang sangat sulit. Namun, sikap pantang menyerah pada Pak. Erik juga termasuk warisan besar bagi generasi muda Indonesia. Beruntung Jember memiliki sosok Erik yang hebat dan pantang menyerah.

Pak. Erik (pendiri museum huruf) berharap kedepannya ada lebih banyak pemuda yang peduli dan penasaran terhadap sejarah huruf, banyak pemuda inspiratif yang mampuu membangun museum-museum peradaban kedepannya. (*)

Penulis: Ronven Apriani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *