PC PMII Jember Garap Film Dokumenter Bertajuk ‘Redup Bumi Pandalungan’, Bukti Nyata Konflik Tata Ruang di Jember Masih Belum Tuntas

Ilustrasi : Agitasi/Alfa Reza

JEMBER, AGITASI.ID – Konflik tata ruang di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur tak kunjung usai. Eksploitasi (galian C) yang terus berjalan banyak mengikis gumuk. Padahal Jember sendiri dikenal dengan kota seribu gumuk. PC PMII Jember pun launching film dokumenter bertajuk “Redup Bumi Pandalungan” (8/3).

Fakta penataan ruang yang selaras dengan fungsinya memang sampai hari ini tidak kunjung terwujud di Jember. Tumpang tindihnya fungsi ruang, banyak memakan wilayah lindung dan kawasan konservasi hutan.

Bacaan Lainnya

Dampak dari hal tersebut, salah satunya aktivitas pertambangan. Entah yang mempunyai legalitas izin maupun tidak. Memang konsen dalam isu pertambangan bukanlah suatu hal yang gampang. Apalagi, jika pemerintah kabupatennya sendiri tidak lagi memperhatikan kelestarian alam.

Tercatat sebagai testimoni di era rezim Bupati Jember, MZA Djalal. Izin pertambangan dengan nomor 541.3/038/411/2013 pada PT. Agtika Dwi Sejahtera malah disetujui diperpanjang hingga akhir bulan tahun 2023. Isi dari izin yang menunjukkan bahwa kawasan dapat dilakukan aktivitas pertambangan pasir besi seluas 469,80 Ha. Bayangkan, berapa banyak pasir yang diangkut oleh perusahaan karena kebijakan dzolim.

Tambah suramnya lagi, di era rezim Bupati Hendy Siswato. Ternyata regulasi tentang gumuk masih belum ada. “Regulasinya masih belum ada dulu. Jadi, mau menindak, kami juga kesusahan,” kutipan kata orang nomer satu di Jember dari laman radarjember.jawapos.com (18/9/2023).

Lebih lanjut, kota Jember selain seribu gumuk juga disebut bumi pandalungan. Tentu sebutan ini adanya percampuran antara dua budaya dominan, yakni Jawa dan Madura. Masyarakat Jember dengan kultur hampir mayoritas bermata pencaharian petani. Ternyata banyak lahan sawahnya yang ikut terkeruk sebab aktivitas pertambangan. Melihat adanya krisis ekologi dan rusaknya alam di bumi pandalungan semakin brutal. PC PMII Jember melaunchingkan film dokumenter yang selesai digarapnya.

Baca Juga :  Gaungkan Pelatihan Pers, Degradasi Baca-Tulis Minggat

Film ini memberikan lanskap bukti nyata bahwa Jember sedang diancam darurat agraria. Sebuah inovasi dari PC PMII Jember bagaimana tetap menjadi kiblat gerakan kader PMII seantero Indonesia. Minimal di Jawa Timur selebihnya di kancah Internasional. Sebagaimana yang dikatakan oleh sutradara film, Herdian Aries dalam pembukaan bedah film. “Ini adalah sebuah bentuk ekspresi. Film ini pertama kali bagi PMII di Indonesia yang mengangkat isu lingkungan,”.

Ternyata ikhtiarnya dalam memproduksi film tidak berhenti sampai di situ. Dirinya berharap film ini terus disorot publik. “Selanjutnya, kami ingin berkolaborasi dengan Watchdoc Documentary, tapi masih dalam tahap komunikasi,”.

Begitupun Fikron Mustofa, Ketua Bidang Eksternal PC PMII Jember. Ia sempat mengatakan terkait advokasi tidak melulu hanya turun jalan. Kiranya ada varian baru agar terus berlanjut. “Nah, maka dari itu ingin memberikan varian – varian aksi terbaru dalam advokasi,” tawaran trobosan Fikron.

Film ini disajikan semi berbasis kliping berita dan wawancara langsung dengan durasi kurang lebih 15-20 menit. Narasumber bedah film seorang pemerhati lingkungan, Wahyu Giri. Perjalanan advokasi di Jember pasti selalu bersinggung tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Menurutnya, semangat advokasi dalam RTRW tidak hanya hal administrasi. Melainkan diluar teks tersebut. “RTRW itu semangatnya bukan hanya administratif,”.

Meski sempat hujan. Menit demi menit saat diskusi film, penonton terus berdatangan. Pelbagai pertanyaan dilontarkan. Tentu baginya yang sudah lama bergelut di bidang lingkungan tidak sulit untuk menjawabnya. Alternatif apapun dalam menangani terkikisnya gumuk tidak lain tetap harus dicegah. “Mumpung gumuknya masih banyak, kerusakan yang akan berlanjut, harus dicegah,”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *