*#LAGI VIRAL POSTINGAN TWIBBON 61 TAHUN PMII. (REK)! RASIONALISME, EMPIRISME DAN KRITISISME*

agitasi.id – Viral Abis!. Apa nih yang viral?, ya ucapan selamat ulang tahun PMII ke 61 dalam format twibon itu loh. Syukur kalau masih banyak kader peduli terhadap PMII, mungkin salah satunya dengan memposting foto dirinya dengan permak twibon selamat hari lahir PMII ke 61. Tapi apakah itu cukup sahabat-sahabat?. Duh makin tidak bisa jawab kalau begitu. Standarisasi berPMII itu sampai mana, kemungkinan besar tak ada tepi barat, timur, selatan, utara, atas apalagi bawah. Itu adanya kan hanya di twibon, ada margin kiri, kanan, atas dan bawah.

Dari pada semua nanggung puyeng mikirkan bagaimana standarisasi berPMII, mending sekalian saja menelisik kebiasaan para tuwibboner di PMII. Mungkin sudah budaya kali ya, hari ini hampir setiap ada agenda di PMII baik dari tingkat PB, PKC, Komisariat dan Rayon itu makin semarak dengan kreatifitas para kader yang ramai-ramai memviralkan twibbon dengan komposisi foto diri dan caption beragam.

Bacaan Lainnya

Hari ini organisasi PMII sudah berumur 61 tahun. Tentu usia itu adalah bentuk dari dedikasi para pendiri, para senior dan simpatisan struktural maupun kultural hingga PMII tetap bergeming namanya hingga hari ini, di era dimana nuansa (hastag #lagi viral #viral abis #viralkan yuk #langsung viral #auto viral dan hastag-hastag lain).

Tentunya tak lain dan tak bukan itu merupakan hukum kausalitas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga viral itu sepertinya terilhami oleh L’existence précède l’essence eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi kata (Jean Paul Sartre 1905-1980). Termasuk mungkin para twibboner yang memposting mulai dari Whatsapp, Facebook, Instagram dan media sosial lainnya. Mereka menimbang eksistensi jauh lebih berat ditinggalkan ketimbang esensi menjadi kader ulul albab di PMII.

Oke, kita tinggalkan Sartre. Karena keyakinan saya mayoritas pembaca tidak paham betul konsepsi Jean Paul Sartre itu, kalian yang penting kan bisa viral diakui sebagai kader PMII gitu toh?, eh bercanda kok. Kalau dianggap serius tidak mengapa, mari kita diskusi sekalian soal fenomena twibboner diPMII itu. Tapi, jika kamu serius. Saya akan anggap tulisan ini challenge (tantangan) buat kamu, iya kamu hey twibboner! untuk menyisipkan gagasanmu dalam bentuk kontra narasi terhadap narasi saya ini.

Baca Juga :  Misteri Maju-Mundurnya Rektor Universitas Islam Jember

Sebelum kamu merasa tertantang. Ya kalau semisal merasa, rasanya tidak mungkin merasa deh. Ya sudah elus saja terus dada dan kepala kamu sampai kiamat tinggal dua hari, ketika PMII tidak lagi viral di twibbonkan. Jangan dianggap serius ya bacanya. Ini hanya tulisan buat kalian bisa mikir kok.

Nah ini soal mikir. Kalau dari tadi saya harus berbelit-belit sampai ke eksistensialisme. Sekarang coba kerangkakan ya. Bagaimana fenomena twibboner hari lahir PMII ke 61 dalam konsep rasionalismenya (Rene Descartes: 1596-1650) Empirismenya (David Hume: 1711-1776) dan Kritismenya (Emanuel Kant: 1724-1804).

Pertama rasionalisme Descartes.  “Je pense donc je suis, atau yang populer terdengar pada gendang para kader itu “Cogito Ergo Sum”, ya “aku berpikir maka ada” Itu loh. Nah sekarang kalau kita berpikir secara rasional, mengenai fenomena twibboner harlah PMII ke 61 tidak terlepas dari klaim atau kekhawatiran para kader kalau dia tidak diakui sebagai kader PMII. Woy bro dan gaes!. Kira-kira kamu marah tidak kalau dirimu tidak diakui sebagai kader PMII padahal kamu sudah pontang-panting proses dari hulu hingga hilir?. Simpan saja ya jawabmu nanti kalau “kamu berpikir tentunya kamu akan ada”. Ada sebagai kader PMII yang benar-benar ulul albab, atau hanya sebagai twibboner. Berpikir ya, eman sekali otakmu itu loh kalau hanya diposting dan dijadikan twibbon.

Nomer dua coba kita telisik sedikit fenomena twibboner ini lewat empirismenya Hume. Hume mengatakan “A wise man, therefore, proportions his belief to the evidence.”Oleh karena itu, orang yang bijaksana mengurangi keyakinannya pada bukti”(An Enquiry Concerning Human Understanding: 1749). Nah fenomena twibboner di momen harlah PMII ke 61 jika menggunakan pendekatan empirismenya Hume, seyogyanya para twibboner harus ragu dulu terhadap pengalaman dirinya dalam berPMII, Kira-kira selama berPMII para twibboner sudah sampai prosentase berapa, hidup sebagai kader yang sesuai esensi berPMII berapa persen. Atau hanya numpang eksis mengaku kader PMII dengan memposting twibbon berisi foto pribadi juga berapa persen?. Padahal tak mengerti esensi dirinya selama bersentuhan dengan PMII yang mungkin penuh sejarah bagi sebagaian kader yang paham betul konsep Empirisme.

Baca Juga :  REFLEKSI 61 TAHUN PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)

Kemudian yang ketiga soal kritisismenya Immanuel Kant. Pandangan Kant bisa seperti ini “Po zakonu chelovek vinoven, kogda on narushayet prava drugikh. V etike on vinovat, yesli tol’ko dumayet ob etom.” Atau “dalam hukum seorang bersalah ketika ia melanggar hak orang lain. Dalam etika dia bersalah jika ia hanya berpikir untuk melakukannya”. Nah jika melihat fenomena twibboner harlah PMII 61 menggunakan kritisismenya Immanuel Kant, yang harus digaris bawahi adalah “Dalam persoalan etika dia bersalah jika ia hanya berpikir untuk melakukannya”. Nah pertanyaannya, kira-kira para twibboner sudah berpikir tidak sebelum meposting twibbon yang berisi foto pribadi itu?. Berpikir apa tidak hayo?.

Tetapi kata kuncinya sebenarnya. Jika menggunakan dialektika historis, maka rasionalisme merupakan tesa, sedang antitesanya ada Empirisme, kemudian lahir sintesanya adalah Kritisme. Nah, mungkin para twibboner di PMII kali ini akan membuat anti tesa dan sintesanya baru dengan bahasa agak gelay yaitu “VIRALISME” Dan ayo ramai-ramai kita kontestasi eksis dan viral di struktur dan walah buah aja kultur, itu kurang laku untuk hari ini. Yang penting eksis dan jadi pimpinan tertinggi, soal bisa berpikir logis, kritis dan produktif itu urusan belakang kalau bisa ya lupakan. Kan sudah eksis. Kira-kira seperti itu sirkel dialektika pada hari ini.

Selamat Harlah 61 PMII, kritik jika keliru, dan maafkan karena masih belia dalam belajar.

Oleh: Ahmad Raziqi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *