KRITIK RTRW: Fakta Tradisi Advokasi Tahunan PC PMII Jember

Jember – agitasi.id Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan acuan dasar pembangunan integritas bagi pemerintah. Perannya, sangat penting untuk menentukan arah pengembangan daerah daerah 20 tahun ke depan. Tidak heran, banyak pihak baik pemerintah maupun kelompok non-government, begitu perhatian dengan proses penyusunannya. Salah satunya sebagaimana yang terjadi dalam penyusunan RTRW Kabupaten Jember. Hingga hari ini, masih dipermasalahkan oleh sejumlah pihak. Pasalnya, perencanaan yang disusun tidak pro rakyat dan disusun semena-mena.
Salah satu kelompok yang sejak awal berada di garda terdepan, melakukan kritik pada proses perumusan dan kebijakan RTRW Kabupaten Jember adalah Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII). Ada beberapa fakta menarik pada upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi dan hubungannya dengan penyusunan RTRW Jember. Penulis akan merincinya satu persatu;

Budaya Kritis dan Advokasi Agraria PC PMII Jember
PC PMII Jember merupakan salah satu organisasi dengan masa terbesar di kabupaten ini, yang sangat fokus pada isu-isu agraria. Tercatat, sejak 8 tahun terakhir, tidak absen terlibat dalam gerakan advokasi perlawanan terhadap pembangunan tambang yang dianggap mendiskriminasi rakyat. Misal, pada awal tahun 2016 lalu misalnya, organisasi ini tercatat sebagai penginisiasi penolakan tambang Pace, Silo Jember yang dianggap menyebabkan longsor dan merugikan masyarakat. Mulai tahun itu, kajian kritis, sekaligus advokasi terus dilakukan. Mereka mengkritik semua proses penambangan di semua titik. Mulai dari yang terjadi diujung barat, hingga ujung timur. Upaya demikian bukan hanya dilakukan dalam satu periode saja. Bagaikan makhluk hidup, proses advokasi terus berkembang biak dan turun temurun.
Semangat kritis mereka, tidak pernah punah senada dengan gerak pengembangan tambang dalam berbagai macam perkembangan dampak negatifnya. Ilustrasinya advokasi PC PMII dan proses penambangan di Jember, bagaikan malam dan siang. Keberadaannya selalu berseberangan. Jika proses tambang meningkat, advokasi mereka pun akan meningkat. Semangat advokasi tak pernah melemah di tiap generasi. Tentu, ada hal yang mempengaruhi komitmen semangat tersebut. Pertama, PC PMII memiliki ideologi dengan nilai kecintaan pada agraria. Hal demikian, berhubungan dengan pola ideologisasi dalam proses pendidikannya. Ada gairah kritis yang ditanamkan dalam tahap pendidikan kaderisasi di tubuh organisasi ini. Beberapa materi kritis seperti teologi pembebasan, fiqh agraria, bahkan paham marxisme yang cenderung anti terhadap arus industrialisasi, menjadi kajian umum dalam proses ideologisasi organisasi ini.
Kedua, sejarah dan banyaknya korban gerakan Advokasi PC PMII yang ricuh. Fakta ini ada setiap periode kepemimpinan, Mulai dari tahun 2016 hingga 2021 kemarin, selalu menyisahkan cerita berdarah. Walaupun belum tercatat nyawa yang melayang, namun korban kritis sudah ratusan orang sejak tahun 2016. Imaginasi ini tentu tak bisa dihilangkan begitu saja. Cerita-cerita korban akan menjadi narasi yang kekal dan terus diturunkan. Historitas ini yang membuat PC PMII “haram” untuk lari dari perjuangan adovokasi agraria.
Dua faktor ini membentuk yang menjadi klausul terciptanya budaya dan konsennya gerakan adovokasi agraria PC PMII Jember hingga saat ini. Tidak heran, jika saat ini para pelaksana roda organisasi tetap terus berkhidmat ada penyelesaian masyarakat melalui jalur advokasi agraria.

Bacaan Lainnya
Baca Juga :  DITENGAH HIMPITNYA EKONOMI MASYARAKAT, HMPS HK BAGI-BAGI TAKJIL

RTRW, Salah Satu Sumber Masalah Agraria
Sebagaimana dijelaskan di atas, RTRW merupakan rencana induk pengembangan tata ruang kabupaten. Tata ruang, tentu adalah bagian pengaturan agraria. Ijin penambangan tentu bersumber dari perencanaan yang dirumuskan di dalam RTRW. Rasional kebijakan demikian yang membuat PC PMII juga fokus menelanjangi dan mengkaji RTRW yang disusun oleh pemerintah Kabupaten Jember periode saat ini (2021-2041).
Ada beberapa hal yang dipermasalahkan oleh PC PMII Jember, Pertama, berkaitan dengan isi kebijakan. Beberapa di antaranya yang berkenaan dengan titik wilayah eksplorasi diperbolehkannya penambangan. wilayah yang dimaksud adalah kecamatan Gumukmas, Pakusari dan Jenggawah. Bagi PC PMII, upaya penguatan tambang tidak perlu dikembangkan lagi pada titik baru. Tidak ada alasan pemerintah kabupaten Jember menguatkan kegiatan tambang. Alasan rasionalnya, tambang hanya mampu menyumbang PAD sebanyak 3,09 %. Lebih baik memperkuat sektor pertanian yang telah menyumbang 20-22 %.
Kedua, penyusunannya menyalahi aturan. Terdapat beberapa masalah fatal dalam penyusunan RTRW, di antaranya,

  1. Tidak ada pelibatan masyarakat dalam penyusunannya khususnya pada forum konsultasi publik. Hal ini menyalahi Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penatan Ruang Pasal 19 Ayat (1) huruf b
  2. Penyampaian tim penyusun tidak berdasarkan materi teknis KHLS yang dinilai menyalahi permen LHK No. 69 tahun 2019 pasal 39
  3. Ketidaktahuan DPRD perkembangan proses penyelenggaraan perencanaan tata ruang hal ini menyalahi Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 bahwa lembaga legislatif memiliki fungsi legislagi, anggaran dan pengawasan.

Masalah-masalah di atas, membuat PC PMII terus menerus mendesak adanya penyusuan ulang RTRW yang lebih bijaksana. Mereka menuntut hasil kajian yang dijadikan dasar perumusannya ditinjau kembali. Hingga saat ini, masalah tersebut belum selesai di atasi. Kemungkinan besar, tidak akan rampung, sebab selain adanya gairah pendapat income tambang lumayan besar, juga kajian dan penyusunannya telah banyak memakan biaya dan tenaga. Jika tidak rampung, tentu telah maklum sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Masalah pertambangan tidak akan pernah selesai dan melemah. Begitu pun dengan budaya advokasi agraria PC PMII, terus akan bergenerasi, menjadi tradisi tahunan.

Baca Juga :  HAM DI ATAS SEGALANYA: Quo Vadis Sepakbola Indonesia?

Penulis : Ilham Hidayatullah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *