Gen-Z Berhak Bebas Memilih di Pemilu 2024

AGITASI.ID – Munculnya sebutan Generasi Z populer berawal dari seorang jurnalis USA Today bernama Bruce Horovitz, melalui tulisan artikelnya berjudul After Gen X, Millenials, what should next generation be?. Horovitz mencoba melempar wacana kepada pembaca yang kemungkinan akan memilih istilah tersebut, sebagai kelanjutan abjad Y pada nomenklatur generasi sebelumnya, agar bisa menjawab atas pertanyaan tulisan artikel yang diterbitkan pada tanggal 4 Mei 2012, USA Today melakukan kontes online kepada pembaca dan akhirnya terpilih istilah Generasi Z menjadi pemenang hasil voting.

Generasi Z atau Gen-Z disebut juga dengan Generasi Internet adalah Generasi yang lahir antara tahun 1995-2010 dan merupakan generasi setelah Millenial, sehingga anak-anak yang berusia kisaran 13-28 tahun pada tahun 2023 ini mereka termasuk Generasi Z. Untuk lebih mengenali dari setiap Generasi bisa dilihat dari karakteristiknya, entah mulai dari Generasi Baby Boomers, Generasi X,Y, Z,dan Alpha.
Adapun Generasi Z sendiri yang masa pertumbuhannya saja sudah dicekoki internet mereka cenderung sering up to date terhadap isu-isu yang tersebar di media sosial. Dilansir dari Jojonomic.com, karakteristik Generasi ini mahir dalam teknologi. Jangan heran kini banyak youtuber yang bermunculan di media sosial hampir didominasi oleh Generasi mereka, karena berbicara Gen-Z mereka bukan hanya menguasai bahkan dikabarkan bisa meretas situs website punya negara asing, memang bukan menjadi sebuah rahasia lagi kalau aslinya bisa memberdayakan potensi mereka, ironinya jika bakat yang dimiliki oleh Generasi ini malah dipermainkan hanya untuk kepentingan momentum semata. Meskipun tak jarang dari mereka ada yang kesehariannya cuma scroll Instagram dan TikTok.

Bacaan Lainnya

Selain mahir dalam teknologi, Gen-Z suka berkomunikasi dengan semua kalangan, terlepas apakah dari setiap individu mereka itu introvert dan insecure. Karena melihat apa yang dialami oleh generasi ini, untuk berinteraksi dengan orang sekelilingnya tidak sekedar dalam dunia nyata tapi juga dunia maya, misalnya melalui berbagai macam jejaring media sosial. Gen-Z lebih mudah menjangkau orang yang tidak sebanding dengan generasinya saat berkomunikasi, dan merasa bebas berbicara sehingga terkadang sampai lupa tidak memakai tata krama.

Baca Juga :  KERUMITAN MEMAHAMI TUHAN, Yuval Noah Harari: “Saya Tak Berpikir Tuhan Benar-benar Peduli Akan Gaya Busana Wanita”

Peran Generasi Z sangat diperlukan dalam menyongsong kesuksesan segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal politik. Tahun ini sudah memasuki rute perjalanan Pemilu 2024 dan banyak calon kontestan yang sedang mulai memetakan suara pemilih untuk segera mereka gandeng demi kemenangannya. Pada Pemilu 2024 nanti, jelas akan banyak pemilih pemula yang turut serta menentukan siapa yang pantas memimpin negara Indonesia. Generasi Z wajib menyadari bahwa momentum pemilu bukan formalitas asal coblos calon anggota legislatif, calon pemimpin daerah bahkan calon presiden. Namun yang patut disorot oleh Generasi Z, para calon kontestan pemilu dari fraksi partai manapun bisa dipastikan dapat merealisasikan atas janji-janjinya yang telah ditawarkan, bukan semata bualan harapan palsu saja.

Pasalnya kebebasan hak suara Generasi Z untuk memilih kini seakan-akan sudah mulai tergehemoni sebagai sasaran utama suara kemenangan para calon kontestan pemilu, wabil khsusus mereka yang akan masuk dalam bursa pemilih pemula. Hal demikian dapat dilacak dari akun instagram @narasinewsroom, soal pernyataan Ganjar Pranowo, sosok capres berambut putih delegasi dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Ketika peresmian Rumah Aspirasi Relawan Pemenangan Ganjar, beliau meminta kepada relawannya untuk menggaet suara pemilih pemula yang mana dalam hal ini mereka adalah golongan yang masuk Generasi Z, sebab mereka lah yang harus didekati dan punya kecakapan untuk mudah diajak komunikasi, tidak kalah antisipasi, Ganjar juga meminta agar relawannya menggaet perempuan-perempuan muda yang ada di desa serta tak luput mereka para penyandang disabilitas.

Senada dengan pernyataan anggota Komisi Pemilihan Umum Kalimantan Selatan (KPU Kalsel) M Fahmi Failasopa dari kanal media antaranews.com, dirinya mengajak pemilih pemula untuk menggunakan hak suaranya di Pemilu 2024, karena jumlahnya diperkirakan menyenggol 60 persen dari keseluruhan pemilih tetap. Tapi sayangnya, perkiraan Fahmi tidak menyebutkan seandainya nanti di saat Pemilu bakalan ada suara yang pecah.

Baca Juga :  Komeng, Bentuk Perlawanan Mitos “Banyak Uang Pasti Menang”

Kalau pun kedatangan para calon kontestan pemilu dan relawannya kepada Gen-Z hanya butuh mengajak komunikasi, bolehlah, penting tidak kebablasan sampai merebut ranah afeksi Gen-Z supaya moncoblos calon tersebut, karena siapa pun calonnya, apa pun partainya, Gen-Z mempunyai otoritas memilih sesuai kehendaknya masing-masing. Walaupun kadang kala ada dari para calon kontestan pemilu yang memakai jalur alternatif dengan money politic. Sebuah persoalan yang kerap kali muncul saat menjelang pemilu dan mencoba membungkam hak kebebasan Gen-Z untuk memilih, dari awalnya sesuai kehendaknya sendiri, tanpa intervensi amplop berlogo partai, namun pada akhirnya gara-gara godaan insentif money politic, Gen-Z rela menukar hak kebebasan memilih dengan insentif tersebut.

Terkait kebebasan setiap pemilih sudah jelas, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 2 berbunyi : “ Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil ” atau biasa diakronimkan dengan “Luber Jurdil”. Artian ‘Asas Bebas’ dalam pasal tersebut, bahwa setiap warga negara yang telah memiliki hak memilih, diberi kebebasan dalam menentukan pilihannya, tanpa intervensi dan sesuai dengan kehendak hati nuraninya.

Generasi Z harus melek politik, karena dalam politik pasti ada yang menguasai dan dikuasai. Lebih-lebih momentum pemilu, akan kelihatan calon kontestan mana yang sering melempar wacana agar memihaknya, menghegemoni suara pemilih, dan sibuk mencari fraksi partai yang pantas menjadi koalisi demi kemenangannya. Pertarungan merebut kekuasaan di negara demokrasi akan semakin mamanas jika calon kontestan sudah punya pasangan kandidatnya, dari situlah ruh demokrasi pun perlu dijaga, kalau tidak maka perlu dipertanyakan masih pantaskah memakai slogan negara demokrasi. Oleh karena itu Gen-Z sebagai pemilih sekalipun pemilih pemula wajib betul menggunakan hak kebebasannya dalam memilih,dan tidak perlu ragu. (*)

Penulis: Fadli Raghiels

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *