Oleh : Mohammad Zidni Nur Rifqi*
AGITASI.ID – Saat debat Capres-Cawapres keempat, kemarin. Pernah ramai istilah “hilirisasi nikel”. Yang berstatement, Mas Gibran Rakabumi, Putra Presiden Jokowi Widodo. Anak yang tak pernah tampak menyerah ini, saat ini jadi Cawapres kubu 02. Sebenarnya dari mana motifnya? dan apa maksud istilah tersebut?. Mari diurai dan tela’ah kembali stetament ini. Biar tahu Gibran itu cerdik apa sedang licik? Statementnya masuk akal untuk diterapkan sebagai jalan kesejahteraan masyarakat atau hanya keren-keranan program sebagai modal politik?
Menelisik Asal statement
Gibran adalah anak Joko Widodo, Presiden yang hingga saat ini belum cuti-cuti, walaupun putranya lagi sibuk-sibuk kampanye. Kalau kita ingat kembali, beberapa waktu yang lalu, muncul statement kontroversial dari Ayah Gibran ini. Ia mengatakan bahwa Indonesia akan menuju kejayaannya di tahun 2045. Katanya Setidaknya ada 3 hal pokok yang menjadi acuan untuk merealisasikan Indonesia Emas di tahun 2045. Salah satunya, “hilirisasi”.
Secara tidak langsung atau tanpa disadari, visi dan hal pokok dalam ucapannya ini adalah wujud penyerahan “beban” masa depan Indonesia kepada anak muda. Kenapa demikian?, sebab orang yang saat ini sedang menjabat-termasuk Jokowi-pada tahun 2045, umumnya tidak akan lagi energik seperti saat ini. Untuk menikmati hasil kerja saja, bisa saja tidak memungkinkan, apalagi juga ikut bekerja.
Statement Jokowi ini sebenarnya sedang menitip “beban” pada anak muda saat ini. Semua anak muda memiliki tanggung jawab pada masa depan bangsa Indonesia, termasuk Mas Gibran, anaknya sendiri.
Tentu, mulai jelas, sanad istilah “hilirisasi nikel” yang lagi dipakai sebagai wacana pasangan capres-cawapres 02 ini. Namun, apakah tepat jika hilirisasi nikel dapat menyejahterakan masyarakat? ini masalah selanjutnya yang harus dikaji mendalam.
Memahami Kembali Hilirisasi
Hilirisasi dikembangkan dalam upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Istilah ini merujuk pada proses penambahan nilai suatu produk atau sumber daya melalui berbagai kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran. Targetnya adalah menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi. Oleh karena itu, program ini digembor-gemborkan dan menjadi acuan untuk boost perluasan lapangan kerja dan juga pendapatan negara.
Simpelnya, petani tidak hanya menjual hasil panen singkong, tapi juga harus mampu mengolahnya menjadi keripik, menjadi gethuk, dan olahan lainnya, sehingga harga jual yang ditawarkan semakin tinggi. Masalahnya, Indonesia sampai sekarang belum bisa untuk mengolah bahan mentah sendiri. Bahkan banyak dari bahan mentah diekspor lalu dibeli lagi sebagai barang jadi dari luar negeri.
Permasalahan ini muncul karena kurangnya sumber daya manusia untuk mengolah hasil bumi di Indonesia. Jadi, yang harus ditekankan untuk mengatasi masalah ini adalah meningkatkan “kualitas pendidikan” dan kemudahan aksesnya bagi semua lapisan masyarakat.
Salah satu contoh konkretnya, dalam hilirisasi parfum pernah dijelaskan oleh Rizki Adi Prakoso, Founder dan CEO dari produk parfum terkemuka di Indonesia,HMNS. Ia menyebutkan bahwa hilirisasi mempunyai potensi besar pada GDP yang diperoleh Indonesia.
Jika satu potensi natural resources yakni minyak atsiri yang dimiliki Indonesia dimaksimalkan, maka Indonesia akan mendapatkan 100.000% dari pendapatan yang diperoleh jika menjual produk mentah. Kalau saja, barang mentah parfum bisa diolah sendiri, Indonesia akan lebih menghasilkan banyak keuntungan. GDP akan naik dan akhirnya, masyarakat sejahtera.
Titik intinya, hilirisasi mesti dan wajib dilakukan dengan cara mengupayakan kualitas SDM produksinya. Peningkatan kualitas ini, hanya dapat dilakukan melalui sektor pendidikan. Sudahkah melakukan ini?
Hirilisasi, apapun tidak akan sukses tanpa peningkatan kualitas pendidikan hilir. Untuk mewujudkan kemajuan sebuah negara, pondasi awal yang harus dibangun adalah kualitas pendidikan dan pemerataan akses di semua lapisan masyarakat. Mestinya, Ini prepare terbaik jalan menuju Indonesia Emas 2045.
Tempatkan Pilihan Hilirasasi Pada Sektor Nikel?
Menko Airlangga dalam pers di Jakarta, 10 Oktober 2023 mengatakan bahwa Indonesia bertekad menjadi Global Key Player industri hilirisasi berbasis komoditas. Pemerintah mendorong pemanfaatan komoditas berbasis mineral dan logam seperti bauskit, timah, tembaga dan nikel. Hilirisasi industri nikel dan mineral lainnya diyakini dapat meningkatkan nilai tambah 14 hingga 19 kali lebih tinggi dari sebelumnya. Jika melihat nominal keuntungan yang akan didapat Indonesia, memang begitu menggiurkan, lalu apakah kita sudah siap akan dampak hilirisasi nikel yang begitu mengkhawatirkan?
Saat menempuh pendidikan dasar, kita seringkali mendengar bahwa Indonesia adalah paru-paru dunia. Lalu dengan adanya hilirisasi yang akan menjadi visi penting Indonesia, mungkin julukan itu tidak akan kita dengar lagi. Hal itu bukan mustahil karena memang dampak penggerusan dan perusakan alam ini begitu besar dan kompleks.
Pertimbangan untuk menjadikan komoditas nikel menjadi front runner bagi penghasilan negara, harusnya lebih ketat dan dikaji ulang. Keanekeragaman hayati dan hewani adalah aset penting yang harus diperhatikan untuk keberlanjutan dan warisan untuk generasi selanjutnya. Akan terlihat miris, ketika generasi yang lahir 25 tahun kedepan hanya bisa melihat hewan dan tanaman yang tumbuh subur di Indonesia dari foto bertuliskan “Daftar Hewan dan Tumbuhan yang Punah di Indonesia”.
Selain hilangnya keanekaragaman hewani dan hayati, yang harus disorot dari pemerintah adalah dampak sosial yang signifikan. Dari tambang nikel yang dibangun didaerah Kalimantan dan Sulawesi tentunya akan ada konflik lahan antara penduduk lokal dan pegusaha tambang. Hal ini memicu kericuhan dan perubahan sosial ekonomi dalam komunitas, serta masalah keselamatan dan kesehatan para pekerja tambang. Maka dari itu, penting untuk pembangunan industri memperhatikan dan mempromosikan tentang kesejahteraan masyarakat setempat dan memastikan keadilan sosial.
Secara keseluruhan, hilirisasi adalah program penting dan efisien untuk menjadikan Indonesia Emas 2045. Namun, dua hal yang harus dijawab terlebih dahulu. Pertama, seberapa berkualitas SDM hilir yang disiapkan untuk memproduksi nikel? Kalau akses pendidikan saja susah, tentu muhal dapat menguntungkan kesejahteraan masyarakat yang di hilir. Kedua, jika kekayaan dan komoditas hayati lainnya mempunyai potensi yang luar biasa untuk merealisasikan imajinasi itu, kenapa harus muluk-muluk menjadikan nikel sebagai fokus utamanya?. Hilirisasi nikel harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan memperhitungkan dampak lingkungan, sosial dan ekonomi jangka pajang. Harus ada upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dan memastikan bahwa manfaat dari hilirisasi nikel ini dinikmati secara adil dan berkelanjutan bagi masyarakat.
*Penulis adalah Buruh kopi dan copy writer enthusiast
*Artikel ini merupakan pendapat pribadi dari penulis opini, Redaksi Agitasi.id tidak bertanggungjawab atas komplain apapun dari tulisan ini