AGITASI.ID – Masih hangat, Festival Mahasiswa 2023 (UIN KHAS Jember) baru saja usai digelar (03/11). Konser ini dibintang tamui oleh Andreanz, Sunshine, dan beberapa band lokal lainnya. Namun itu bukanlah soal, yang menarik untuk disorot adalah apa yang melatarbelakangi festival tersebut.
Perlu diketahui, Festival ini adalah kesepakatan telak yang diaktori langsung oleh Republik Mahasiswa (RM) UIN KHAS Jember. Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (DEMA-U) dan Senat Mahasiswa Universitas (SEMA-U) tentu adalah aktor utama. Konon acara ini diperuntukkan sebagai alternatif Inaugurasi yang tak lagi digelar pada tahun ini.
Inaugurasi adalah medium kontestasi, sekaligus ruang dialektika yang sudah menjadi budaya mahasiswa di kampus ini dari masa ke masa. Baik kontestasi nalar berupa perlombaan akademik, maupun kontestasi profesional berupa turnamen-turnamen olahraga. Adanya festival ini, justru menggeser peran dan sumbangsih sturktur dalam pelestarian budaya yang sudah berkembang, hedonis, dan tentu bukan budaya kita.
Memang bukanlah hal baru konser-konser yang tak bernilai digelar di kampus ini. Mulai dari dangdut, koplo, dan beberapa genre musik tak berselera lainnya pernah singgah, yang sama sekali tak mewakili kelamin perguruan tingginya. Namun biasanya konser hedonis demikian menjadi penutup kegiatan, menyudahi penat mahasiswa usai kontestasi terlaksana.
KLAIM PORSI JAWARA SEBAGAI GANTI KONTESTASI INAUGURASI
Festival yang mereka sebut sebagai ganti (ban serep) Inaugurasi ini, kebetulan bersamaan dengan Porsi Jawara 1 (Pekan olahraga, Seni, dan Ilmiah se-Jawa dan Madura) yang berlangsung di UIN KHAS Jember sebagai tuan rumah kompetisi.
Kendati event berkelas tersebut hadir untuk menggantikan kontestasi antar mahasiswa UIN KHAS sendiri, sudahkah itu cukup? Tentu tidak. Kontestasi antar mahasiswa yang biasanya terbalut dalam Inaugurasi, proses selektif hingga lapisan mahasiswa angkatan termuda pun ikut hilang. Diakui atau tidak, kontestasi internal adalah upaya pemberdayaan SDM secara menyeluruh, sebelum pada akhirnya terjun dalam event berkelas bak Porsi Jawara ataupun event lainnya.
Lantas, apakah DEMA-U dan SEMA-U tak mempertimbangkan hal itu? Secara struktural memang DEMA-U lah yang melegitimasi pelaksanaan kegiatan, namun pihak mana kah yang mendominasi tempo permainan semacam ini? Sejauh mana keaktoran agen-agen di dalamnya? Atau adakah gerakan politik lain yang menyemai kepentingan dibaliknya? Simak lebih lanjut:
PRANATA POLITIK RM UIN KHAS JEMBER: DISTINGSI KAWAN DAN LAWAN
Dalam tesis garapan Carl Schmitt seorang filsuf asal Jerman, distingsi kawan dan lawan adalah persoalan fundamental dalam tubuh pranata tatanan politik. Baginya, setiap konsensus dan keputusan dapat diruntut serta diterjemahkan darinya. Adanya kesatuan, pemisahan, perubahan bahkan pembekuan kekuasaan sekalipun dapat tersingkap. Skema strukturasi dan kontestasi politik bisa berubah (dimanis) kapan saja, namun tidak dengan distingsi kawan dan lawan.
RM UIN KHAS Jember tahun ini sudah berjalan setengah periode lebih, bahkan hampir purna. Banyak dinamika yang sudah terlewatkan. Namun ada beberapa fenomena yang dapat mengantarkan kita untuk lebih tahu, dimana titik nalar politik demikian dimulai, yang hingga hari ini berdiri kokoh. Ya! Political Fundraisers alias model politik pengemis ini tentunya.
Tesis Schmitt sendiri, tidak pernah merujuk secara spesifik pada dinamika konfliktual yang terjadi. Sebaliknya Ia mengatakan bahwa distingsi kawan dan lawan adalah poros gerakan pembaharu, serta upaya-upaya pembentukan tatanan politik yang lebih maslahat. Diferensiasi dan segregasi; adalah titik tolak untuk mengobati kemandekan dan kejumudan penyelenggaraan kekuasaan. Dalam hal ini RM UIN KHAS Jember sudahkah memenuhi? Jelas tidak.
Dinamisasi politik kekuasaan dapat terjadi jika prinsip-prinsip pemisahan dan pembagian sudah menjadi komitmen bersama, dan tentunya tanpa cawe-cawe pihak lain. Jika diamati, aktor paling dominan dalam periode tahun ini adalah SEMA-U; pihak legislatif yang dinahkodai oleh Munawir Zaini, sosok maker yang bahkan kehadirannya berhasil meredupkan Ach. Ainun Aulia sebagai pimpinan eksekutif (DEMA-U).
Fenomena demikian dapat diamati sejak pelaksanaan Pengenalan Budaya dan Akademik Kampus (PBAK), dan Festival Mahasiswa 2023 yang baru saja digelar. Bahwa ketua penyelenggara agenda-agenda besar tersebut memiliki keterikatan politik yang amat kuat dengan SEMA-U. Beberapa agen (pengurus) yang bukan barisannya spontan tersingkir. Meskipun secara struktural-formil mereka dipayungi oleh DEMA-U, namun fakta gerakan pada setiap agenda tersebut saling berkelindan dan berkorespondensi dengan kepentingan SEMA-U.
Nuansa kekuasaan di Kampus ini memang tak pernah berubah, isinya selalu berkaitan dengan politisasi sentimen dan sentimentalisasi politik.
Layaknya pernikahan sebagai medium disiplinisasi seks, ruang-ruang kritis-demokratis juga dibutuhkan oleh RM UIN KHAS Jember. Tentunya sebagai bentuk disiplinisasi kekuasaan.
ULTIMATUM: TATA LEMBAGA SEMRAWUT DAN LUNTURNYA PRINSIP STUDENT GOVERNMENT
Konsepsi student government yang menjadi kompas bagi kelembagaan politik mahasiswa apakah sudah Di implementasikan di dalam RM UIN KHAS JEMBER?
José Ortega Y Gasset (1883-1995) tidak melihat demokrasi sebagai sebuah sistem politik yang dari awalnya well-ordered dalam sebuah sistem hukum. Ia sebaliknya memandang demokrasi dari keseharian rakyat memaknai kehidupan bersama.
Negara yang diwujudkan dalam bentuk kelembagaan, menurut Gasset, adalah perwujudan hasrat erotik (erotic impetus) dari rakyat, terkhusus bagi orang-orang yang berpikir kritis yang dengan gerakan-gerakan kreatifnya mampu menghasilkan suatu sistem sosial Ideal dan maslahat.
Pemahaman itu harusnya diadopsi dan menjadi Ilham untuk membangun suatu tatanan sosial yang ideal didalam perguruan tinggi, yang mana perguruan tinggi ini seringkali dianggap sebagai miniatur negara dan tentunya masih dipercaya sebagai satu-satunya tempat paling suci bagi para intelektual untuk menuangkan ide, gagasan dan kreatifitasnya.
RM UIN KHAS JEMBER yang juga merupakan kawah candradimuka bagi para intelektual untuk menuangkan ide, gagasan dan kreatifitasnya oleh mahasiswa UIN KHAS JEMBER selalu dijalankan setiap periodenya dengan sistem demokratis dan tata lembaga yang ideal , Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai lembaga Legislatif dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) sebagai lembaga eksekutif memiliki fungsi dan peranannya masing-masing, tentu dalam etika kelembagaan politik yang demokratis fungsi dan wewenang adalah Martabat bagi suatu kelembagaan, Terkecuali Lembaga yang ada di RM UIN KHAS JEMBER hari ini.
Bagi RM UIN KHAS JEMBER hari ini, fungsi dan kewenangan suatu lembaga tidaklah menjadi persoalan fundamental karena bagi mereka hal paling serius adalah mencairkan anggaran dan memanipulasinya dengan kedok macam-macam seperti Event Hedonis yang tidak bermoral dengan tujuan profit oriented. Sehingga kesemrawutan tata kelembagaan dibiarkan begitu saja tanpa adanya ikhtiar memperbaiki.
Bagaimana tidak, masa transisi sistem pemilu raya (PEMIRA) yang belum sepenuhnya selesai dibiarkan begitu saja, pekerjaan rumah lembaga legislatif mahasiswa ini seharusnya dijadikan prioritas untuk membangun idealitas kelembagaan politik mahasiswa, bukannya mengurus wewenang lain diluar kewenangan lembaganya yang akhirnya berbuntut mandek tanpa tindak lanjut yang jelas.
Belum lagi fungsi dan wewenang Lembaga Legislatif Mahasiswa yang tertuang dalam hasil kongres Mahasiswa UIN KHAS JEMBER seperti menjalankan fungsi legislasi, budgetting serta kontroling justru berganti menjadi Eksekutor Program kemahasiswaan selayaknya event organizer yang jelas bukan wewenangnya.
Hal ini menjadi sangat serius ketika didiamkan dan kemudian dibenarkan. Tata letak kelembagaan dalam Republik Mahasiswa haruslah didasarkan pada prinsip Moralitas dengan masing-masing menghormati dan menjalankan fungsinya, apapun yang menjadi alasan tidaklah bisa dibenarkan ketika satu naungan, Lembaga satu mengambil fungsi dan wewenang dari Lembaga lain.
Selain itu, fungsi Senat Mahasiswa (SEMA) UIN KHAS JEMBER hari ini masih jauh dari kata cukup apalagi layak, Terbukti dengan fungsi legislasi yang hanya sebatas Formalitas belaka tanpa menelurkan produk hukum yang baru dari periode sebelumnya, padahal pembaharuan aturan didalam RM UIN KHAS JEMBER sangatlah dibutuhkan untuk mewujudkan idealitas kelembagaan politik mahasiswa. Itu masih dalam fungsi legislasi, belum lagi dalam fungsi normatif lainnya seperti budgetting dan kontroling yang semuanya ambyar.
Fenomena ini jika meminjam Perspektif Gasset sangatlah relevan, Fenomena kesemrawutan lembaga di RM UIN KHAS ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keseharian mahasiswanya yang jauh dari kata berpikir modern(kolot), serta dungunya para pemegang kebijakan yang ada dilembaga RM UIN KHAS JEMBER.
Jadi menurut penulis, jikalau para pejabat RM UIN KHAS JEMBER khususnya Senat Mahasiswa itu tidak mampu memperbaiki idealitas kelembagaan, minimal jangan merusak moralitas kelembagaan dengan mengambil fungsi lembaga eksekutif mahasiswa. Mungkin saran penulis kepada para pejabat lembaga RM UIN KHAS JEMBER khususnya Senat Mahasiswa, ” kalian bisa mendirikan Event Organizing saja yang jelas secara fungsi mengadakan Konser musik. Bukan malah memanfaatkan kelembagaan politik mahasiswa yang penuh dengan moralitas.” (*)