Oleh; Sam Ridwan*
Agitasi.id– Universitas Islam Negeri Kiai Haji Ahmad Shiddiq (UIN KHAS) Jember, beberapa waktu lalu, mengeluarkan rilis dasa cita sebagai target besar yang diusung oleh rektor barunya, Prof Hafni Zein, S.Ag.MM. Salah satu dari 10 cita-cita yang ditargetkah adalah Green and Smart Campus. Cita-cita demikian yang tampak susah dicapai. Pasalnya, kampus ini dihantui banyak fakta krisis lingkungan.
Jika berkunjung pada kampus yang terletak di Kecamatan Kaliwates Jember ini, mata Anda akan dimanjakan oleh infrastruktur yang didominasi warna hijau. Gedungnya yang menjulang tinggi, bak istana hijau. Memainkan ornamen perpaduan warna putih dan hijau. Pantas, jika banyak orang menyebutnya sebagai “kampus hijau”.
Ditambah lagi, depan rektoratnya, ada taman dengan tumbuhan dan bunga yang daunnya, tentu juga berwarna hijau. Bahkan masih banyak rerimbun gumuk, barisan bambu, hingga pohon jati yang menambah kehijauannya.
Seluruh kehijauan ini yang tampak menjadi dasar peluang cita “Green and Smart Campus” mudah tercapai. Sepintas tampak demikian.
Akan tetapi, bisa saja semua yang tampak adalah halusinasi saja. Indikator green and smart bukan hanya dapat dicapai dengan sekedar memain warna hijau. Bukan soal memilih warna cat atau tumbuhan yang ditanam.
Ada standar etis dan moral lingkungan di dalamnya. Bahkan ada orientasi pencegahan krisis iklim dan lingkungan yang menjadi ancaman seram dewasa ini.
Jika hanya memainkan warna saja, tanpa berupaya mencegah kerusakan alam, tentu bukan bagian green and smart campus. Atau, jika malah menyebabkan krisis lingkungan, sehijau apapun keberadaannya tak lebih sama dengan sosok Buto Ijo dalam legenda monster masyarakat di Indonesia.
Indikator Green and Smart Campus
Penulis akan mulai dari membahas apa saja indikator Green and Smart Campus?. Green artinya Hijau dan Smart artinya pintar. Sederhananya, Green Smart adalah istilah untuk menyifati program atau tindakan pengelolaan yang rama pada lingkungan.
Sebagai dasa cita UIN Khas Jember, Green and Smart Campus merupakan harapan untuk menjadi kampus yang dikelola dengan pintar dan sangat peduli pada suhu, iklim dan semacamnya. Untuk itu, perlu ada indikator dan strategi cerdas untuk layak disebut dengan istilah tersebut.
Sangat banyak indikator yang menjadi acuan agar suatu usaha dapat dikatakan sukses melaksanakan Green and Smart Campus. Bokolo Antony Junior, menulis penelitian berjudul “Green campus paradigms for sustainability attainment in higher education institutions–a comparative study”. Ia menjelaskan ada banyak indikator yang dapat disederhanakan menjadi tiga bagian, yakni sektor sosial masyarakat, lingkungan dan ekonomi.
Sulit dan Gagalnya Green and Smart Campus UIN Khas Jember
Pada tulisan ini, ketiga indikator yang disebutkan Bokolo Antony Junior tentu tidak dapat dirinci satu persatu untuk mengurai resah dan sedihnya absurditas dasa cita UIN Khas Jember. Penulis memilih satu sektor saja, yakni pelaksanaan Green and Smart Campus pada ranah sosial kemasyarakatan.
Menurut Bokolo, indikator sektor society meliputi social protection and safety (perlindungan dan keamanan masyarakat, people contribution, sustainablity education (pendidikan berkelanjutan) dan banyak lagi yang lainnya.
Karena keterbatasan kekuatan jari tangan dalam menari di atas papan ketik, penulis memilih yang termuda untuk diukur untuk dibahas. Satu dari sekian indikator yang penulis pilih adalah social protection and safety.
Hubungan kampus dan masyarakat bukan hanya sekedar penerima dan pemberi layanan pendidikan. Dalam sisi ekologinya, lebih dari itu. Gedung UIN Khas Tak guna memakai cat warna hijau, jika daya serap airnya lemah dan hanya menyebabkan musibah bagi masyarakat.
Tercatat, UIN Khas Jember yang sok bangga bermasyhur-masyhur dengan sebutan kampus hijau, ternyata memiliki fakta buruk soal krisis lingkungan. Setiap musim hujan, warga sekitar kampus ini berdebar-debar jantungnya.
Bagaikan hidup di ibu kota, mereka sering melihat jalan umumnya berubah jadi sungai. Air masuk ke rumahnya. Usaha-usaha ekonominya melemah, dan usahanya lumpuh total. Fakta tersebut telah terjadi bertahun-tahun. Semua tercatat dan bisa dideteksi dalam berita-berita media online. Masalah tersebut bermula saat gedung UIN Khas Jember dibangun berlantai-lantai.
Para sivitasnya tampak bangga tinggal bak warga kerajaan di bangunan megah dengan ornamen hijau-hijau. Jika hujan datang, dosen dan rektornya berteduh di ruang berAC. Jika pun hujan datang waktu malam, mereka pasti sedang bercengkerama dengan keluarga tercinta di rumah masing-masing.
Tentu berbeda dengan masyarakat sekitar UIN Khas. Selalu khawatir bibit air terus meningkat dan merendam barang-barangnya. Bisa saja, tidak dapat tidur nyenyak semalaman.
Pagi harinya, hati mereka tambah sesak sebab terpukul melihat para sivitas melintas di depan rumahnya dengan lagak tak bersalah. Ringsek hatinya, mendengar suara mobil plat hitam yang dibayar kredit dengan uang negara dari Kampus.
Kalau Sekedar Hijau, Bisa Jadi Buto Ijo
Jika fakta rutinan banjir sekitar kampus tetap mengkhawatirkan, itu artinya perlindungan dan keamanan sosial masyarakatnya lemah. Padahal salah satu syarat suksesnya menjadi green and smart campus adalah menjamin dan ikut serta melindung dan memberikan keamanan lingkungan bagi warga sekitar kampus.
UIN Khas Jember di bawah kepemimpinan rektor barunya, tampak tidak bedaya pada krisis lingkungan yang terjadi. Tak ada bedanya dengan rektor sebelumnya, hanya mampu mencari bantuan semen, kapur dan besi untuk menambah banyak ornamen hijau-hijau di gedungnya. Hanya bisa bermain green, tanpa strategi yang smart.
Sekali lagi, perlu disadari dan ditekankan bahwa gedung raksasa berwarna hijau bukan indikator suksesnya green and smart campus. Jika tidak dikelola secara cerdas, malah akan menjadi sumber terancamnya perlindungan dan keamanan masyarakat. Seperti Buto Ijo, yang hadir hanya untuk mengancam warga.